konsumenlistrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendesak PLN dan pemerintah untuk lebih aktif menyosialisasikan larangan penambangan di dekat Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang dapat mengancam stabilitas jaringan listrik.
Hal ini menyusul maraknya aktivitas tambang ilegal di kawasan eks PT Koba Tin, khususnya di Merbuk, Kenari, dan Pungguk, yang berulang kali menjadi sasaran pertambangan meski telah ditertibkan oleh kepolisian.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Peringatkan Bahaya SUTET: Masyarakat Harus Patuhi Aturan, Pemerintah dan PLN Harus Tegas
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengungkapkan bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan di sekitar SUTET sangat besar, baik dari sisi keamanan infrastruktur kelistrikan maupun keselamatan masyarakat sekitar.
Menurutnya, pemerintah dan PLN tidak cukup hanya mengimbau atau melakukan koordinasi, tetapi harus memastikan masyarakat memahami dampak fatal dari kegiatan tersebut.
“Penambangan liar di sekitar SUTET ini tidak hanya membahayakan infrastruktur kelistrikan, tetapi juga dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat. Bayangkan jika tower SUTET tumbang, bukan hanya listrik yang padam berhari-hari, tetapi nyawa pun bisa melayang akibat sengatan listrik bertegangan tinggi. PLN dan pemerintah harus lebih proaktif dalam sosialisasi dan tindakan pencegahan,” tegas Tohom, Kamis (13/2/2025).
Baca Juga:
Kejari Gunungsitoli dan PLN UP3 Nias Teken MoU Pendampingan Hukum Bidang Datun
Manager PLN ULP Koba, Eko Fernando, sebelumnya telah mengungkapkan bahwa dua tower SUTET berkapasitas 150K Volt di kawasan Merbuk sangat berisiko tumbang jika aktivitas tambang terus berlangsung.
Pihaknya telah berulang kali mengimbau dan berkoordinasi dengan Polda Bangka Belitung untuk pengamanan objek vital nasional tersebut.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa hanya dalam jarak kurang dari 20 meter dari tapak tower SUTET, area sudah berubah menjadi rawa-rawa dengan kedalaman hingga pinggang orang dewasa akibat galian tambang.
Menurut Tohom, yang juga mantan Wakil Ketua Umum DPP Gempita (Generasi Muda Peduli Tanah Air) ini, kesadaran masyarakat terhadap bahaya ini masih minim, sehingga langkah tegas dari pihak berwenang sangat diperlukan.
Ia menyebutkan pentingnya strategi pendekatan yang lebih efektif agar larangan ini dapat dipahami dan ditaati oleh masyarakat setempat.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan penindakan hukum atau koordinasi di tingkat institusi. Sosialisasi harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Edukasi berbasis komunitas perlu digencarkan, agar masyarakat sendiri yang menjadi benteng pertahanan pertama dalam menjaga keamanan infrastruktur listrik,” tambahnya.
Selain itu, Tohom juga meminta PLN dan pemerintah untuk memastikan adanya batasan jarak aman yang lebih ketat dari titik aktivitas pertambangan.
Berdasarkan pernyataan PLN, jarak minimal yang diperlukan agar SUTET tetap aman dari kelongsoran adalah sekitar 50 meter.
Namun, melihat perkembangan kondisi lapangan, ia menilai bahwa evaluasi ulang terhadap standar keamanan tersebut sangat diperlukan.
"Perlu kebijakan yang lebih ketat serta upaya pencegahan yang nyata guna melindungi masyarakat dan infrastruktur vital nasional dari ancaman pertambangan ilegal," tandasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]