KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyampaikan apresiasi atas inisiatif kerja sama antara Indonesia dan Swiss dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atas jalur rel kereta api.
Organisasi ini menilai langkah tersebut sebagai terobosan strategis dalam menghadapi tantangan transisi energi bersih dan efisiensi pemanfaatan infrastruktur publik.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Tekad PLN yang Akan Listriki 10 Ribu Desa
Pemanfaatan rel kereta api sebagai lokasi instalasi panel surya menunjukkan adanya komitmen untuk mengoptimalkan ruang infrastruktur tanpa mengganggu fungsi utamanya.
Selain itu, kerja sama ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengejar target energi baru dan terbarukan (EBT) melalui pendekatan teknologi mutakhir.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai bahwa penggunaan rel kereta sebagai lokasi PLTS adalah inovasi luar biasa yang membawa banyak manfaat strategis.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kementerian ESDM atas Terbitnya Permen Jual Beli Listrik demi Kepastian Hukum bagi Investor
"Ini adalah salah satu bentuk transformasi energi yang paling visioner. Rel kereta api adalah jalur logistik yang sangat panjang dan selama ini hanya dipakai satu fungsi, padahal bisa dimanfaatkan untuk produksi energi bersih secara masif," ujar Tohom, Rabu (28/5/2025).
Tohom menjelaskan, teknologi PLTS lepas-pasang yang dikembangkan startup asal Swiss, Sun-Ways, memungkinkan panel dipasang di bantalan rel tanpa mengganggu operasional kereta.
Teknologi ini sudah diuji coba di Buttes, Swiss, sepanjang 100 meter, dan diklaim mampu memproduksi listrik tanpa harus mengorbankan ruang pertanian atau kehutanan.
Menurut Tohom, Indonesia sangat berpeluang menjadi negara tropis pertama yang mengadopsi teknologi ini secara masif, mengingat panjangnya jaringan rel nasional yang terbentang dari Sumatra hingga Papua.
"Jika kita mengadopsi ini dengan dukungan penuh dari PT KAI dan PLN, dampaknya bukan hanya pada kelistrikan, tapi juga pada pengurangan emisi dan elektrifikasi transportasi," katanya.
Tohom yang juga salah satu Pendiri Perkumpulan Perlindungan Konsumen Nasional ini menambahkan bahwa kerja sama teknologi dengan negara maju seperti Swiss sebaiknya tak hanya berhenti pada tahap percontohan.
Menurutnya, pemerintah harus membuka jalan untuk alih teknologi dan melibatkan BUMN serta startup dalam negeri agar manfaat ekonominya lebih merata.
“Dengan kolaborasi strategis, Indonesia tak hanya menjadi konsumen teknologi, tapi juga co-developer. Ini penting agar kita tidak hanya bergantung pada pihak luar, tetapi juga membangun ekosistem energi terbarukan lokal yang tangguh,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa keberhasilan proyek ini harus didukung regulasi teknis yang progresif, serta pelibatan masyarakat dalam pengawasan dan pemeliharaan sistem.
Sebelumnya, teknologi panel surya rel buatan Sun-Ways telah menarik perhatian berbagai negara, termasuk Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat.
Di Indonesia, perusahaan energi surya Mutitron Automa berencana menerapkan proyek percontohan di Bogor, Jawa Barat.
Teknologi ini memungkinkan produksi energi hingga 1 miliar kWh per tahun jika dipasang di seluruh jaringan rel Swiss sepanjang 5.320 kilometer, cukup untuk memasok listrik bagi 300.000 rumah tangga.
Jika diterapkan di Indonesia, dampak positifnya terhadap sistem energi nasional diperkirakan jauh lebih besar, mengingat potensi sinar matahari yang lebih tinggi dan cakupan jaringan rel yang luas.
[Redaktur: Mega Puspita]