KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Upaya Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dalam mengolah limbah cair kelapa sawit menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT) mendapat apresiasi dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS).
Melalui program kolaboratif antara PLN dan sejumlah perusahaan sawit di wilayah tersebut, limbah yang semula dianggap mencemari kini justru menjadi solusi berkelanjutan untuk pasokan listrik desa.
Baca Juga:
Dukung Percepatan Pembangunan Energi Bersih, ALPERKLINAS Tegaskan PLN dan Pemerintah Daerah Harus Koordinasi Intens
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menyambut baik inisiatif yang dinilai bukan hanya revolusioner dari sisi lingkungan, tetapi juga menjawab persoalan keadilan akses energi bagi masyarakat pedesaan.
"Transformasi limbah cair sawit menjadi energi biogas adalah lompatan besar dalam ekosistem EBT nasional. Ini tak hanya berkaitan dengan program teknis, tetapi strategi sistemik untuk membebaskan desa dari kegelapan, sekaligus mengatasi emisi gas rumah kaca yang makin tak terkendali," ujar Tohom, Kamis (15/5/2025).
Tohom menekankan bahwa langkah yang diambil Kutim merupakan cerminan konkret dari prinsip green justice, yakni keadilan berbasis lingkungan, yang seharusnya menjadi bagian dari visi besar Indonesia menuju kedaulatan energi.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Percepatan Pembangunan Energi Bersih, Tohom Purba: PLN dan Pemerintah Daerah Harus Koordinasi Intens
Menurutnya, distribusi listrik yang merata tak hanya menjadi indikator kesejahteraan, melainkan juga penentu masa depan pembangunan berkelanjutan.
"Dari 141 desa di Kutim, masih ada 22 desa yang belum menikmati listrik. Padahal, di saat yang sama, ada potensi energi yang luar biasa besar terpendam dalam limbah sawit. Maka integrasi teknologi, kebijakan dan kemitraan seperti ini layak menjadi model nasional," tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa pengolahan limbah cair sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME) dengan teknologi biodigester bukan hanya memperkecil jejak karbon, tapi turut menciptakan nilai tambah ekonomi yang signifikan bagi perusahaan sawit.
Perusahaan tidak hanya dapat menghemat biaya energi, tapi juga membuka peluang untuk menghasilkan listrik yang bisa dijual kembali ke PLN.
Tohom menyampaikan bahwa tantangan teknis seperti investasi teknologi, keterbatasan SDM, hingga regulasi distribusi listrik berbasis biogas memang masih menjadi hambatan.
Namun, di sinilah menurutnya diperlukan komitmen negara dan kesediaan pemerintah untuk menghadirkan kebijakan yang berpihak pada energi terbarukan.
"Harus ada insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, hingga skema harga beli listrik yang menguntungkan baik bagi produsen biogas maupun PLN. Energi bersih tidak boleh jadi barang mewah, tetapi hak semua warga," ujar Tohom.
Tohom yang juga Ketua Umum Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (PERAPKI) ini menegaskan bahwa perlindungan konsumen energi harus dipahami dalam spektrum yang lebih luas, termasuk hak masyarakat terhadap lingkungan yang sehat, harga energi yang wajar, dan keterlibatan publik dalam transisi energi.
"Ketika masyarakat diberi akses terhadap energi bersih yang adil, maka itu bagian dari penegakan hak asasi konsumen. Dan jangan lupa, energi dari limbah adalah energi rakyat, dari rakyat, untuk rakyat," tegasnya.
Ia juga mengimbau agar pemerintah pusat menjadikan Kutim sebagai proyek percontohan nasional, dengan skema regulasi yang terintegrasi dan dukungan lintas sektor.
Menurutnya, ini adalah momentum emas untuk membuktikan bahwa Indonesia serius dalam agenda transisi energi dan pengendalian perubahan iklim.
Sebelumnya, Kepala Bagian SDA Kutim, Arif Nur Wahyuni, menjelaskan bahwa dari total 141 desa, 22 desa masih belum terjangkau listrik.
"Pemkab Kutim memfasilitasi kerja sama PLN dan perusahaan sawit untuk memanfaatkan limbah cair sawit menjadi biogas pembangkit listrik," katanya.
Arif menambahkan, pengelolaan limbah cair sawit dengan teknologi biodigester mampu menangkap emisi metana yang berbahaya bagi atmosfer, dan mengubahnya menjadi sumber energi.
Sementara itu, Joko Pratomo, Manager Biogas dan Power Plant PT PMM, memaparkan bahwa tantangan utama dalam pemanfaatan limbah sawit menjadi energi terletak pada besarnya investasi awal, minimnya SDM terlatih, dan kendala teknis distribusi energi ke jaringan PLN.
"Distribusi listrik biogas masih terganjal masalah infrastruktur dan regulasi tarif. Selain itu, residu pasca-fermentasi juga butuh pengelolaan khusus agar tidak mencemari lingkungan," ujarnya.
Meski begitu, Joko tetap optimistis. Ia menyebut bahwa pengembangan energi dari limbah sawit dapat memperkuat sistem ekonomi sirkular yang kini semakin dituntut oleh pasar internasional.
“Jika dikelola dengan benar, industri sawit kita bukan cuma produsen CPO, tapi juga pionir energi bersih,” pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]