KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Melemahnya daya beli masyarakat sejak awal tahun menjadi sinyal kuat perlunya kebijakan fiskal yang tepat sasaran.
Dalam situasi ini, Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendesak pemerintah untuk memberikan insentif berupa diskon tarif listrik bagi rumah tangga sebagai bagian dari strategi mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga:
Jelang Tahun Baru Imlek, Harga Bumbu Dapur di Tapteng Melangit
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengungkapkan bahwa konsumsi listrik menyumbang sekitar 10 persen dari total pengeluaran rumah tangga di Indonesia.
Karena itu, langkah konkret berupa pemotongan tarif listrik dinilai bisa berdampak langsung terhadap kemampuan belanja masyarakat.
“Diskon tarif listrik bukan hanya soal keringanan biaya, tapi merupakan bentuk intervensi strategis pemerintah untuk membangkitkan konsumsi yang sedang lesu. Ketika pengeluaran rutin berkurang, masyarakat punya ruang lebih untuk memenuhi kebutuhan lainnya,” ujar Tohom, Kamis (31/7/2025).
Baca Juga:
Jaga Daya Beli Masyarakat, PLN Hadirkan Tarif Listrik Terjangkau Periode Triwulan II-2024
Menurutnya, langkah ini menjadi semakin relevan mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Namun, sejak awal tahun 2025, indikator konsumsi terus menunjukkan pelemahan, meski sempat ada momentum libur panjang yang biasanya menjadi pendorong belanja publik.
Tohom juga mengacu pada data dari lembaga riset ekonomi CORE Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan tahunan Indeks Penjualan Riil (IPR) hanya sebesar 1,2% pada triwulan II 2025, turun drastis dari 2,8% pada triwulan I 2025.
Kondisi ini, menurutnya, menunjukkan urgensi kebijakan stimulus yang langsung menyasar pengeluaran primer rumah tangga.
“Banyak masyarakat saat ini yang memilih menahan konsumsi, bahkan untuk kebutuhan penting. Diskon listrik akan menjadi sinyal positif bahwa negara hadir dan berpihak kepada daya tahan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Selain konsumsi makanan, Tohom menyebut listrik sebagai komponen vital yang menyangkut kualitas hidup, mulai dari pencahayaan, akses informasi, hingga operasional peralatan rumah tangga dan UMKM.
Kebijakan pengurangan tarif, kata dia, juga bisa memberi napas bagi pelaku usaha kecil yang sangat bergantung pada listrik.
“UMKM kita sebagian besar belum pulih sepenuhnya. Jika tarif listrik bisa ditekan, maka mereka bisa menurunkan biaya produksi, menjaga harga tetap kompetitif, dan tetap menggaji karyawan,” imbuhnya.
Tohom yang juga Ketua Umum DPP LSM Martabat (Masyarakat Pemantau Kewibawaan Aparatur Negara) ini menekankan bahwa kebijakan seperti ini akan menjadi cermin kehadiran negara dalam menjamin perlindungan konsumen dan mendorong keadilan sosial.
Ia meminta pemerintah tidak ragu untuk menyusun skema insentif listrik bertahap, yang menyasar kelompok masyarakat dengan konsumsi rendah hingga menengah.
“Negara-negara tetangga kita sudah mulai bagi-bagi bantuan tunai dan stimulus konsumsi. Indonesia jangan ketinggalan. Kita bisa sesuaikan dengan konteks nasional, salah satunya dengan diskon listrik,” pungkasnya.
Sebelumnya, lembaga riset CORE Indonesia juga menyampaikan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan diskon tarif listrik sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi baru.
Dalam laporannya, CORE menyebutkan bahwa biaya listrik merupakan salah satu pos pengeluaran tetap terbesar rumah tangga Indonesia, dengan kontribusi sekitar 10 persen.
CORE juga merekomendasikan agar bantuan langsung tunai diperluas dan diperpanjang, serta difokuskan pada rumah tangga menengah ke bawah, terutama untuk kebutuhan dasar seperti makanan dan energi.
Melemahnya konsumsi ini juga terlihat dari merosotnya jumlah penumpang pesawat dan kereta api, serta turunnya tingkat okupansi hotel dan permintaan properti menengah.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]