Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa memenuhi ketentuan DMO yang dipersyaratkan. Di sisi lain, ketentuan denda/penalti terhadap mereka yang spesifikasinya tidak bisa memenuhi ketentuan PLN atau tidak memperoleh kontrak dari PLN.
Kemudian penetapan harga beli batubara dengan acuan US$70 per ton sesuai dengan praktik yang ada saat ini, telah menyebabkan distorsi di pasar.
Baca Juga:
Tak Mau Pasok Batu Bara ke PLN, Menteri ESDM Sebut 71 Perusahaan Melanggar Aturan DMO
Pada saat harga batu bara kurang dari US$70 per ton, banyak pihak berusaha mendapatkan kontrak PLN namun pada kondisi sebaliknya, mereka tidak komit untuk mensuplai PLN karena lebih menguntungkan dijual ke pasar ekspor.
Usulan untuk penerapan DMO Batubara PLN dapat dimodifikasi dengan menggunakan skema pungutan batubara untuk dapat mensubsidi pembelian batubara PLN di harga pasar.
Nilai pungutan dihitung berdasarkan selisih antara harga pasar yang di beli PLN dengan harga berdasarkan acuan US$70 per ton. Pungutan tersebut akan dibebankan kepada seluruh produsen batubara di Indonesia tanpa terkecuali dan dibayarkan sebelum dilakukan shipment.
Baca Juga:
Harga Batu Bara Akan Meledak Lagi, Pengamat Sebut Keuntungan Besar Sudah di Tangan
Beberapa keuntungan dari penerapan skema ini diantarnaya tidak terjadi distorsi pasar karena PLN tetap membeli di harga pasar, disisi lain beban subsidi negara tidak akan bertambah karena selisih harga pasar dan harga acuan US$70 per ton disubsidi dari pungutan kepada para produsen batubara. Hal ini akan mengamankan suplai batubara PLN secara konsisten
Lalu todak perlu ada pembedaan royalty domestik untuk IUPK hasil konversi PKP2B, sehingga akan meningkatkan PNBP secara signifikan saat harga batu bara meningkat.
Pendapatan pajak pemerintah dari perusahaan batu bara juga akan meningkat karena harga batu bara domestik sudah menggunakan harga pasar.