"Kita memiliki kerja sama dengan BUMD di Papua Barat yaitu PT Padoma," jelas Nofrizal.
Nofrizal melanjutkan, proyek LNG di Papua Barat juga bagian dari langkah PLI untuk membantu Papua dapat menikmati sumber daya alam mereka sendiri, membangun bisnis LNG, serta memberikan bantuan baik dari sisi komersial, desain teknis, legal, dan sebagainya.
Baca Juga:
Soal Pengadaan LNG Tanpa Izin, KPK Periksa Eks Komisaris Pertamina
"Harapannya pada tahun 2023 akhir atau 2024 awal, kita sudah bisa memberikan revenue bagi PGNE yang mana menjadi revenue juga bagi Papua Barat. PGN membantu dalam penyediaan LNG dan infrastruktur LNG," lanjut Nofrizal.
Inisiatif ketiga, LNG sebagai bahan bakar kereta api. Dari hasil uji statis, sistem dua pengisian diesel dan LNG jauh lebih efisien dibanding bahan bakar lain. Kemudian pada uji dinamis dengan rute Jakarta-Surabaya Kereta Dharmawangsa, efisiensi perjalanan juga lebih tinggi dari bahan bakar lain.
"Key factor LNG sebagai bahan bakar kereta ada di sumber LNG. Kita mengharapkan bisa segera mewujudkan terminal LNG di Pulau Jawa, sehingga secara komersial LNG bisa digunakan oleh KAI sebagai bahan bakar dan bagian dari komitmen ESG untuk mengurangi emisi," jelas Nofrizal.
Baca Juga:
Korupsi LNG Pertamina, KPK Tetapkan Dua Tersangka Baru
Inisiatif keempat, LNG untuk kawasan pelabuhan. Dimana hal ini menjadi salah satu bisnis masa depan Subholding Gas yang didukung oleh PP Nomor 31 tahun 2021 mengenai penerapan IMO 2020 perihal standar emisi dengan maksimum kandungan sulfur sebesar 0,5 persen.
Menurut Nofrizal, sebagian besar kapal masih menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi karbon dan sulfur di atas 0,5 persen.
Atas dasar itu, PLI mengambil peluang untuk menyediakan bahan bakar dengan emisi yang lebih rendah dan sulfur 0 persen. Salah satu segmen yang diambil ketika kapal berada dalam kawasan pelabuhan dan membutuhkan listrik.