Menurut Ibrahim, kenaikan harga komoditas energi ini juga bisa berdampak panjang karena akan memicu kenaikan inflasi yang tinggi. Dengan inflasi yang menguat, maka dolar AS akan ikut mengalami penguatan dan hal tersebut membuat harga komoditas ikut mengalami kenaikan. Hal tersebut pada akhirnya akan menghambat proses pemulihan ekonomi Eropa.
“Jadi sentimen untuk harga komoditas energi ke depan adalah kelanjutan perang Rusia - Ukraina. Selama perang berkecamuk, kecil kemungkinan harga komoditas energi bisa mengalami penurunan,” imbuh Ibrahim.
Baca Juga:
Gantikan Gandum yang Kini Mahal, Perum Bulog akan Bangun Pabrik Sagu
Berdasarkan perkiraan Ibrahim, selama konflik masih memanas, harga gas alam ke depan bisa menembus level US$ 9 per mmbtu. Lalu, harga minyak dunia akan bergerak melewati US$ 115 per barel, dan harga batu bara bisa kembali naik ke atas US$ 350-an per ton. [jat]