WahanaListrik.com | Pemerintah dan PT PLN (Persero) perlu berbenah mencari solusi permanen untuk memastikan krisis energi akibat menipisnya batu bara di pembangkit listrik tidak terulang lagi.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menyesalkan situasi Indonesia yang hampir menghadapi krisis energi pada awal tahun ini.
Baca Juga:
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
Kondisi tersebut terjadi akibat pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan Independent Power Producer (IPP) menipis jelang pergantian tahun. Kondisi itu berpotensi menyebabkan pemadaman pada 17 unit pembangkit.
Selain akibat tidak patuhnya perusahaan tambang terhadap ketentuan domestic market obligation (DMO), kata dia, PLN mesti berbenah memastikan kondisi serupa tidak terjadi lagi
“Artinya manajemen stok energi primer bermasalah. Kenapa? Karena dia tidak punya early warning system. Tidak mempunyai suatu pengendalian yang bisa me-manage kebutuhan energi primer,” katanya seperti yang diberitakan Bisnis, Senin (10/1/2022).
Baca Juga:
Kiprah Srikandi PLN di Lapangan, Hadirkan Listrik Hingga Ujung Nusantara
Seperti diketahui, larangan ekspor resmi diberlakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 1–31 Januari 2022.
Kebijakan itu diambil setelah Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengirim surat soal kekurangan pasokan batu bara kepada Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin pada 30 Desember 2021.
Sehari berselang, Ridwan meneken surat berisi larangan ekspor untuk seluruh perusahaan tambang. Aturan tersebut pun sempat ditolak oleh Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pada 1 Januari 2022.