Tetapi para ahli dan partai-partai oposisi percaya bahwa pemerintah seharusnya memfokuskan devisanya yang terbatas untuk meringankan perjuangan rakyat dengan mengimpor kebutuhan pokok seperti beras, susu dan minyak mentah untuk listrik. Persediaan penting telah mengering karena banyak alasan yang saling berhubungan.
Larangan Presiden Rajapaksa terhadap pupuk tahun lalu, untuk membaptis Sri Lanka sebagai negara pertanian organik pertama di dunia, menciptakan apa yang oleh para ekonom lokal disebut "krisis agraria buatan manusia".
Baca Juga:
Soal Kelaparan-Stunting, Prabowo: Butuh Aksi Nyta Tak Usah Lagi FGD
Hasil panen sayuran dan padi selalu rendah, membuat makanan langka dan mahal. Untuk menutupi kekurangan tersebut, pemerintah harus mengimpor lebih banyak makanan, yang semakin tidak terjangkau mengingat utangnya, belanja infrastruktur yang tinggi, dan pemotongan pajak yang populis.
Inflasi makanan mencapai rekor 21,5% pada Desember, naik dari 16,9% pada November dan 7,5% tahun lalu.
Menurut perkiraan Bank Dunia, 500.000 orang Sri Lanka telah jatuh di bawah garis kemiskinan sejak pandemi Covid-19, sebuah "kemunduran besar yang setara dengan kemajuan selama lima tahun". [tum]