WahanaNews - Konsumen Listrik | PT PLN (Persero) berkomitmen melakukan akselerasi dan transisi implementasi energi baru terbarukan (EBT) dalam rangka penurunan emisi terkait dekarbonisasi.
"Komitmen kami adalah untuk melakukan akselerasi dan transisi akselerasi dari sisi implementasi EBT," ujar Executive Vice President Energi Baru dan Terbarukan PLN, Cita Dewi dalam seminar daring Institute for Essential Services Reform (IESR) Indonesia yang diikuti di Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Cita Dewi mengatakan, salah satu dekarbonisasi yang dilakukan oleh PLN adalah melakukan pengembangan pembangkit EBT, dan juga co-firing.
Saat ini, produksi energi ramah lingkungan dari co-firing pun sudah diimplementasikan hampir di 47 lokasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan PLN berencana melakukan co-firing ini 52 lokasi PLTU.
Pelaksanaannya pun juga dilakukan bertahap karena sebelum melakukan implementasi, PLN juga melakukan uji coba.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Cita Dewi mengatakan, alasan dilakukan co-firing karena kapasitas PLTU yang ada di Indonesia baik PLN maupun non-PLN yakni Independent Power Producer (IPP), hampir 54 persen.
Dengan demikian, dalam melakukan kebijakan dekarbonisasi, tentunya PLN juga harus melihat opsi ini, opsi bagaimana PLN mengutilisasi atau mengoptimalkan eksisting yang ada, salah satunya PLTU dilakukan co-firing.
"Co-firing menjadi salah satu pilihan karena selain bisa mengurangi emisi karbon, juga akan memberikan peningkatan bauran dari sisi PLN," katanya.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menggunakan biomassa sebagai substitusi dari batu bara yang digunakan pada PLTU. Teknologi yang disebut co-firing ini dilakukan PLN untuk menekan emisi karbon.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, sepanjang 2022 PLN mengimplementasikan teknologi co-firing ini di 36 lokasi PLTU dari target 35 lokasi.
Program co-firing PLN pun, kata dia, mampu memproduksi energi bersih sebesar 575,4 GWh dan berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 570 ribu ton CO2 dengan memanfaatkan biomassa sebanyak 542 ribu ton.
Implementasi co-firing akan memberikan dampak terhadap penurunan emisi karbon dan gas rumah kaca. Ini merupakan bagian dari ekosistem listrik kerakyatan yang melibatkan masyarakat dalam penyediaan biomassa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
Program co-firing ini sendiri sudah berhasil dilakukan dengan kolaborasi pemanfaatan sampah bersama 12 Pemda di seluruh Indonesia dan 6 proyek bahan bakar jumputan padat (BBJP) juga sudah diluncurkan dan beroperasi di 2022.[mga]