Konsumenlistrik.com | Cadangan bauksit bisa mendukung rencana RI untuk menjadi 'raja' mobil listrik.
Indonesia menyimpan harta karun dalam hal ini sumber daya alam mineral bauksit yang dinilai cadangannya terbesar ke-6 di dunia.
Baca Juga:
Stop Ekspor Bijih Bauksit, Jokowi Sasar Pendapatan Rp 70 Triliun
Dengan memiliki kapasitas cadangan jumbo yang diakui terbesar ke-6 di dunia ini, bauksit asal Indonesia memiliki peluang untuk dikembangkan di industri alumunium, misalnya peningkatan kebutuhan aluminium untuk kendaraan listrik dan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta penggunaan material ringan dan ramah lingkungan.
Adapun cadangan harta karun bauksit yang ada di Indonesia mencapai 2,9 miliar ton, yang diperkirakan bisa mencapai produksi 30 juta ton per tahun (data tahun 2020). Maka umur cadangan tersebut akan bertahan selama 96 tahun tahun atau sampai pada tahun 2116.
"Cadangan Bauksit Indonesia Berada di Posisi ke-6 Dunia, dengan jumlah cadangan sebesar 2,9 Milyar Ton. Diperkirakan dengan asumsi tingkat produksi sekitar 30 Juta Ton/tahun, maka umur Cadangan tersebut akan bertahan selama 96 Tahun atau sampai tahun 2116," terang Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Rizal Kasli dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (4/2/2022).
Baca Juga:
Ngeri! Aksi Jokowi soal Bauksit Bisa Bikin Ambles Industri di China
Sejatinya, harta karun bauksit yang dinilai terbesar ke enam di dunia itu, kata Rizal, kegiatan eksplorasinya masih bisa dikembangkan lagi. Rizal berharap kegiatan eksplorasi bisa digiatkan lagi untuk menambah umur cadangan terbukti atau proven reserves.
"Peluang Indonesia di bidang industry aluminium ini cukup besar yaitu dengan memiliki cadangan terbesar, peningkatan kebutuhan aluminium untuk kendaraan listrik dan EBT dan penggunaan material ringan dan ramah lingkungan," ungkap Rizal.
Seperti yang diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ngotot sekali untuk menghentikan ekspor mineral mentah salah satunya adalah bauksit yang rencananya akan berjalan pada tahun 2022 ini.
Tercatat, dari kapasitas produksi bauksit sebanyak 30 juta ton per tahun, sekitar 23,2 juta ton bijih bauksit dilakukan ekspor oleh 98 Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang yang tersebar di Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Rizal Kasli menyampaikan, bahwa produksi bauksit di tanah air mencapai 30 juta ton (data tahun 2020), sementara fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di tanah air hanya ada dua.
Smelter tersebut milik PT Well Harvest Winning Alumina dan PT Indonesia Chemical Alumina di Kalimantan Barat. Adapun kapasitas feeding ore dari smelter tersebut hanya sekitar 6 juta - 7 juta ton ore.
"Dengan produksi bauksit sekitar 30 juta ton, maka porduksi tersebut tidak akan tertampung di dalam negeri dengan jumlah smelter yang ada. Berarti ada kelebihan sekitar 23 juta ton," terang Rizal.
Dari kacamata Rizal, akan ada tambahan tiga smelter bauksit lagi untuk dalam negeri. Menurut asumsinya, kelak dengan terciptanya tiga smelter bauksit tersebut maka kebutuhan bijih bauksit untuk smelter sekitar 9 juta - 10 juta ton. Artinya masih akan ada kelebihan produksi sekitar 13 juta ton.
Sehingga, kata Rizal, masih dibutuhkan sekitar tiga atau empat smelter lagi untuk mengimbangi produksi bijih bauksit saat ini. "Saat ini baru beroperasi 2 smelter/refinery, 2 dalam pembangunan dan 1 dalam tahap studi kelayakan," ungkap Rizal.
Sebelumnya Presiden Jokowi meluapkan kemarahannya terkait dengan ekspor mineral mentah. Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia sudah ratusan tahun melakukan ekspor barang mentah tersebut.
Bagi Jokowi, kegiatan ekspor mineral mentah yang terjadi selama ini sangat menguntungkan negara lain. Pasalnya, negara tersebut dapat mengolah bahan mentah dan membuka lapangan pekerjaan untuk banyak orang. Sementara di Indonesia sendiri masih terbuai dengan ekspor mineral mentah sehingga nilai tambah yanag diperoleh sangat minim.
Maka dari itu, untuk mendapatkan keuntungan sendiri, pemerintah tegas akan melarang kegiatan ekspor mineral mentah baik dari yang saat ini nikel, bauksit di tahun 2022 ini dan tembaga pada tahun 2023, serta timah pada tahun 2024. [tum]