“Terbukti, terang lampu itu meningkatkan produktivitas tanaman buah naga. Di antaranya, memperpanjang durasi masa panen,” papar Edy.
Alhasil, produktivitas mereka meningkat dari 14 ton per hektare menjadi 26 ton per hektare. Pendapatan pun meningkat dari Rp 42 juta per hektare per tahun, menjadi Rp 390 juta per hektare per tahun.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Ini termasuk buah naga yang berbuah di luar musim, dengan harga rata-rata tahunan Rp 10 ribu per kilogram,” sebutnya.
Melihat percobaannya sukses, para petani lain pun mulai memasang lampu di kebun-kebun yang jauh dari aliran listrik PLN. Meski mahal tapi mereka tetap nekat. Sebab, lampu di kebun terbukti meningkatkan produktivitas nyaris dua kali lipat, dan tak kalah pentingnya, berbuah di luar musim sehingga harganya tinggi.
“Petani di Banyuwangi itu dikenal sebagai petani wani, pemberani. Berani modal asal hasilnya setimpal. Di kampung saya ini ada empat gardu induk, itu khusus untuk penerangan lampu di kebun,” ujarnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Edy sendiri kini memiliki tujuh hektare lahan buah naga. Enam hektare di antaranya telah menerapkan penerangan lampu secara intensif. Hasil penjualan per tahunnya mencapai miliaran rupiah.
Gerak Cepat PLN