KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) yang bekerja sama dengan PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra) dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Langkah ini dinilai sebagai upaya konkret mempercepat transisi energi sekaligus mendorong kedaulatan listrik berbasis sumber daya lokal.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Institut Teknologi PLN (ITPLN) Buka Pendaftaran Beasiswa Gratis untuk Masyarakat Luas
Menurut ALPERKLINAS, komitmen Pemprov NTT dalam menegakkan prinsip tata kelola yang baik serta kesediaan PLN untuk menjalankan seluruh proses pengembangan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), menjadi sinyal positif bahwa proyek PLTP akan membawa manfaat luas tanpa mengorbankan hak masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan pentingnya membangun kepercayaan publik dalam setiap proyek strategis nasional, termasuk panas bumi.
“Kami sangat mengapresiasi terbukanya ruang dialog antara PLN, pemerintah daerah, dan warga terdampak. Sepanjang SOP dijalankan dengan transparan, maka pengembangan geothermal ini akan menjadi model keberhasilan transisi energi berbasis keadilan sosial,” ujar Tohom, Rabu (4/6/2025).
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kerja Sama PLN dan Pemkab Gayo Lues dalam Pengembangan PLTMH Demi Kemandirian Energi
Tohom juga menyampaikan bahwa pendekatan partisipatif berbasis kearifan lokal menjadi kunci keberlanjutan proyek ini.
Ia mendorong agar masyarakat adat tidak sekadar dilibatkan sebagai penerima dampak, tetapi juga sebagai subjek utama pembangunan.
“Kalau masyarakat hanya diminta menerima, lalu dilupakan setelah pembangkit berdiri, maka kita kehilangan momentum. PLTP harus menjadi alat pemberdayaan, bukan alat eksploitasi,” tegas Tohom.
Tohom yang juga Peraih Rekor MURI dalam Bidang Seminar Terbanyak ini mengingatkan bahwa pembangunan energi tak boleh semata-mata soal pasokan listrik, melainkan harus menyentuh aspek pemerataan ekonomi.
Ia menyebut pengembangan PLTP di Flores sebagai peluang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam peta energi hijau ASEAN, dengan catatan pengelolaannya adaptif dan inklusif.
“Bila ini berhasil, maka Flores tak hanya dikenal karena panorama alamnya, tetapi juga karena menjadi pionir pemanfaatan geothermal berbasis kolaborasi dan kesadaran ekologis,” tambahnya.
Senada dengan pandangan tersebut, pakar energi dari Jerman, Prof. Dr. Hans Keller dari University of Munich, menilai proyek panas bumi di NTT sebagai salah satu potensi terbesar Asia Tenggara.
Ia menekankan pentingnya pendekatan holistik yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
“Bila masyarakat lokal dirangkul sejak awal, bukan sekadar diberi kompensasi, maka proyek ini bisa menjadi contoh global,” ujar Keller.
Sebelumnya, Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena telah menegaskan bahwa pengembangan PLTP akan terus didorong selama memenuhi lima prinsip utama: perlindungan lingkungan, pelaksanaan teknis sesuai standar, dukungan sosial melalui program TJSL, pembagian manfaat secara adil, dan keselamatan kerja.
Gubernur Melki juga menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat adat dan transparansi.
“Panas bumi adalah peluang, bukan ancaman. Dengan melibatkan kearifan lokal, kita bisa menjaga Flores tetap lestari sambil menikmati manfaat energi bersih,” ujarnya.
Di lapangan, para pemilik lahan juga menunjukkan respons positif. Vinsensius Godat, warga Poco Leok, mengaku telah memanfaatkan uang ganti rugi untuk membeli lahan baru dan bertani, sementara Aloisius Nodat menggunakan kompensasi untuk membangun usaha kos-kosan di Kota Ruteng.
[Redaktur: Mega Puspita]