Ia menyarankan PLN mempercepat modernisasi jaringan distribusi dan melakukan audit kapasitas trafo di setiap wilayah.
“PLN perlu punya peta daya tampung yang akurat. Jadi, sebelum masyarakat memasang PLTS Atap, mereka sudah tahu apakah jaringan di wilayahnya siap menerima aliran listrik tambahan,” jelasnya.
Baca Juga:
Pemerintah Terus Genjot, ALPERKLINAS Apresiasi Rencana Pemda Karawang Ubah Sampah Jadi Energi Listrik
Lebih jauh, Tohom yang juga Pengamat PLN, Ketenagalistrikan dan Energi ini menuturkan bahwa transisi energi tidak boleh hanya didekati dari sisi kampanye publik atau subsidi perangkat surya, tetapi juga kesiapan sistem penunjang. “
Transisi energi harus berimbang. Pemerintah bisa mendorong PLTS Atap, tapi PLN juga wajib menyiapkan teknologi smart grid dan sistem penyimpanan daya (battery storage) untuk menampung kelebihan energi di siang hari,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika infrastruktur tidak disiapkan sejak dini, program hijau yang seharusnya membawa manfaat malah bisa memicu keluhan konsumen akibat gangguan listrik.
Baca Juga:
Percepat Ubah Sampah Jadi Energi Listrik, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong 3 Pemda dan Pemprovsu di Kawasan Metropolitan Mebidang Kolaborasi
“Jangan sampai niat baik menuju energi bersih justru menimbulkan masalah baru bagi pelanggan. ALPERKLINAS mendorong adanya roadmap kesiapan jaringan listrik yang transparan dan partisipatif,” kata Tohom, menutup pernyataannya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, menyampaikan bahwa pemasangan PLTS Atap dalam jumlah besar secara bersamaan memang berisiko membebani trafo dan sistem distribusi.
Ia mengungkapkan, PLN terus melakukan perbaikan infrastruktur agar sistem mampu menampung energi dari pelanggan tanpa mengganggu kestabilan jaringan.