Konsumenlistrik.com | PT PGN LNG Indonesia (PLI), sebagai bagian dari Subholding Gas PT Pertamina (Persero), mengembangkan lima inisiatif dalam rangka menuju diversifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) yang merupakan energi transisi berkelanjutan.
Direktur Utama PLI Nofrizal dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, (13/4/2022) mengatakan, saat ini gas bumi mayoritas dibutuhkan industri dan pembangkit listrik.
Baca Juga:
KPK Beberkan Alasan Periksa WN Jepang Dugaan Korupsi LNG
Ke depan, pasokan gas juga akan lebih tinggi di skenario New Renewable Energy (energi baru terbarukan), yang disebabkan kenaikan konsumsi gas pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik.
Oleh karena itu, lanjutnya, PLI menyusun inisiatif infrastruktur LNG, yang dapat mempercepat transisi energi tersebut. Apalagi, nilai emisi LNG juga lebih rendah 40 persen daripada batu bara.
Menurut Nofrizal, inisiatif pertama adalah pengelolaan FSRU Lampung untuk menjaga keandalan penyaluran gas bumi di pipa SSWJ. Ketika ada gangguan pasokan, FSRU Lampung menyalurkan LNG ke SSWJ (South Sumatera West Java) sehingga tetap menjaga pasokan gas sesuai kebutuhan.
Baca Juga:
PLN Energi Primer Indonesia Siapkan Gasifikasi Pembangkit Cluster Sulawesi-Maluku
"FSRU Lampung membantu meningkatkan volume penjualan gas ke PLN Muara Tawar sebesar 20-50 BBTUD," jelasnya.
Inisiatif kedua, mendukung Papua Barat menyediakan infrastruktur LNG untuk pembangkit listrik di Jayapura, Serui, Nabire, Biak, dan Manokwari. "Kita memiliki kerja sama dengan BUMD Papua Barat yaitu PT Padoma," tambahnya.
Untuk itu, dibentuk JV PLI-Padoma yaitu PT Padoma Global Neo Energi (PGNE) dengan alokasi LNG 20 BBTUD di lima lokasi.
Nofrizal melanjutkan, proyek ini juga bagian membantu Papua menikmati sumber daya alam sendiri, membangun bisnis LNG, serta memberikan bantuan dari sisi komersial, desain teknis, legal, dan lainnya.
"Harapannya, pada 2023 akhir atau awal 2024, kita sudah bisa memberikan revenue bagi PGNE dan revenue juga bagi Papua Barat," ujarnya.
Inisiatif ketiga adalah LNG sebagai bahan bakar kereta api. Dari hasil uji statis, sistem dual fuel diesel-LNG mempunyai efisiensi lebih tinggi dibanding bahan bakar lain. Uji dinamis trayek Jakarta-Surabaya, efisiensi perjalanan KA Dharmawangsa lebih tinggi dari bahan bakar lain.
"Key factor LNG sebagai bahan bakar kereta ada di sumber LNG. Kita mengharapkan bisa segera mewujudkan terminal LNG di Pulau Jawa, sehingga secara komersial LNG bisa digunakan KAI dan menjadi bagian komitmen ESG mengurangi emisi," jelasnya.
Inisiatif keempat adalah LNG di kawasan pelabuhan sebagai salah satu bisnis masa depan Subholding Gas. Terdapat PP 31/2021 mengenai penerapan IMO 2020 perihal standar emisi dengan maksimum kandungan sulfur 0,5 persen.
Sebagian besar kapal masih menggunakan bahan bakar dengan emisi karbon dan sulfur di atas 0,5 persen. Oleh karena itu, ada peluang menyediakan bahan bakar dengan emisi rendah dan sulfur 0 persen.
"Kami akan menggunakan LNG power barge yang memiliki generator listrik di atas kapal dengan sumber energi LNG, ini bisa dikatakan sebagai power bank di atas kapal. Serta, LNG shore connection untuk memenuhi kebutuhan listrik ketika kapal tambat di pelabuhan," katanya.
Estimasi biaya listrik di kapal berbahan bakar HSD adalah Rp4.500-Rp5.000/kWh, sementara dengan power barge, kapal menghasilkan nol emisi dan lebih hemat biaya listrik 10-30 persen.
Inisiatif kelima, operation & maintenance fasilitas LNG untuk meningkatkan value creation menjadi operator infrastruktur LNG baik di Subholding Gas Group maupun Pertamina Group. Hal ini akan menambah revenue dan juga kemampuan pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas LNG.
"Inisiatif-inisiatif bisnis ini berangkat dari peluang LNG ke depan, di mana LNG punya peran penting pada masa transisi menuju net zero emission pada 2060," ujar Nofrizal. [tum]