Ia juga mendorong agar materi sosialisasi memuat edukasi yang komprehensif mulai dari keamanan reaktor generasi terbaru, pengelolaan limbah, hingga dampak ekonomi bagi daerah dan rumah tangga.
Menurutnya, masyarakat harus dipastikan memahami bahwa PLTN modern telah berada pada tingkat keamanan yang jauh melampaui imajinasi publik selama ini.
Baca Juga:
Hadirkan Pemerataan Akses Listrik Bagi Seluruh Rakyat, ALPERKLINAS Dorong BUMN Lainnya dan Swasta Ikuti Program PLN Beri Bantuan 8000 Listrik Gratis pada HLN 2025
“Jika publik diberi fakta bahwa small modular reactor memiliki tingkat keselamatan pasif yang sangat tinggi, persepsi akan berubah. Masyarakat kita bukan anti-nuklir. Mereka hanya butuh kejelasan,” tambah Tohom.
Lebih jauh, Tohom menyebut bahwa sinergi pusat-daerah harus menjadi pilar utama. Tanpa dukungan pemerintah daerah, sosialisasi tidak akan efektif.
“Pemerintah daerah harus menjadi frontliner. Jangan sampai PLTN dipandang sebagai proyek pusat yang hanya menitipkan risiko. Koordinasi harus konkret, bukan sekadar formalitas,” kata Tohom.
Baca Juga:
PLN Terbangkan Genset Tambahan ke Aceh untuk Percepat Pemulihan Listrik
Ia menuturkan dengan ajakan agar pemerintah, industri, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil duduk bersama merumuskan arsitektur komunikasi publik mengenai nuklir.
“Transisi energi yang sehat membutuhkan literasi energi yang sehat pula. PLTN sebagai opsi utama hanya akan berhasil jika publik merasa menjadi bagian dari proses, bukan objek dari kebijakan,” tutupnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]