Konsumenlistrik.WahanaNews.co | Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa pemanfaatan energi bersih atau ramah lingkungan sangat mahal. Sehingga tidak heran sejak dulu berbagai negara termasuk China sangat mengandalkan energi fosil seperti batu bara.
Untuk transisi sendiri hingga 2060, Indonesia membutuhkan penambahan kapasitas listrik sekitar 250 GW yang berbasis pada Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan biaya ditaksir mencapai Rp 12.000 triliun.
Baca Juga:
Kejar NZE 2060, PLN IP Kebut Pembangunan PLTS Total Kapasitas 500 MW
Darmawan mengaku bahwa untuk mencapai inovasi masif seperti itu, PLN melakukan beberapa hal. Contohnya seperti kolaborasi, hingga reformasi internal organisasi yang tadinya statis menjadi dinamis forward looking berbasis teknologi dan inovasi.
"Kami bangun core kompetensi baru, teknikal skill baru sehingga organisasikan lebih fit dan relevan dengan tantangan di masa depan yaitu energi hijau," ujarnya dalam Forum Transisi Energi - Strategi Transisi Energi Indonesia, Kamis (22/12/2022).
Selain itu, pihaknya juga melakukan a self-imposed carbon tax. Dengan begitu, PLN sudah siap ketika aturan mengenai cap and tax diterapkan kamis.
Baca Juga:
Upaya Transisi Energi Tanah Air, PLN Sabet Penghargaan Best Green Loan Internasional
PLN juga melakukan inovasi co firing dengan biomassa dan berhasil diterapkan dengan baik di 32 pembangkit, lengkap dengan membangun rantai pasoknya sehingga menjadi energi hijau berbasis kerakyatan yang menciptakan lapangan kerja.
Kemudian, PLN membangun green energy product. Produk hijau tersebut dikembangkan PLN untuk memenuhi kebutuhan client yang membutuhkan 100% renewable energy seperti Amazon.
"Itu mudah karena menu kami sangat lengkap, ada menu 20,9 GW additional capacity berbasis pada renewable energy yang sedang dibangun. Bahkan tahun ini kita bisa turunkan 32 juta ton emisi GRK dibanding business as usual," jelasnya.