KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengapresiasi langkah pemerintah yang mengubah sampah Jakarta menjadi energi listrik melalui proyek Waste to Energy (WTE) di TPA Bantar Gebang, Bekasi.
Menurut ALPERKLINAS, kebijakan ini bukan hanya menjawab persoalan penumpukan sampah ibu kota, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional berbasis sumber daya alternatif yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Baca Juga:
Dukung Iklim Investasi, PLN Cirebon Eksekusi Tambah Daya PT Tantra Fiber Industri
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai proyek tersebut menjadi momentum penting untuk mengedukasi publik bahwa energi listrik tidak hanya bergantung pada batu bara atau energi fosil, tetapi juga bisa bersumber dari pengelolaan sampah yang cerdas dan terintegrasi.
“Jika dikelola secara transparan dan efisien, proyek di Bantar Gebang ini dapat menjadi model nasional tentang bagaimana sampah bisa diubah menjadi aset energi yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Tohom, Rabu (15/10/2025).
Tohom menjelaskan, Jakarta selama ini menghasilkan lebih dari 7.000 ton sampah per hari dan Bantar Gebang menjadi titik kritis yang menampungnya.
Baca Juga:
Dukung Iklim Investasi, PLN Cirebon Eksekusi Tambah Daya PT Tantra Fiber Industri
Dengan teknologi Waste to Energy yang diterapkan secara konsisten, potensi energi listrik yang dihasilkan dapat menopang kebutuhan listrik kawasan padat penduduk sekaligus mengurangi dampak lingkungan yang sebelumnya tak terhindarkan akibat penumpukan sampah liar.
Ia menekankan pentingnya pengawasan publik dalam proyek ini agar manfaatnya dirasakan langsung oleh konsumen listrik.
“Seharusnya hasil energi dari sampah ini memberi efek pada tarif yang stabil dan pasokan yang lebih terjamin. Jangan sampai proyek besar ini hanya menjadi kebanggaan di atas kertas tanpa dampak nyata bagi warga,” tegasnya.
Tohom yang juga Anggota Aliansi Konsumen ASEAN ini menambahkan bahwa negara-negara maju telah lebih dahulu mengintegrasikan sistem energi alternatif berbasis pengolahan sampah, dan Indonesia tidak boleh tertinggal.
Menurutnya, pemerintah perlu memastikan keterlibatan komunitas lokal, lembaga konsumen, dan pelaku industri agar proyek ini punya daya tahan jangka panjang dan tidak berhenti pada seremoni peresmian saja.
Tohom juga menyoroti nilai investasi yang mencapai Rp 91 triliun untuk proyek serupa di 33 daerah. Ia mendorong agar regulasi pengelolaan sampah menuju energi listrik dibuat lebih adaptif, akuntabel, dan tidak membebani konsumen akhir.
“Kalau pengelolaan ini dijalankan dengan tata kelola baik, masyarakat tidak hanya mendapat lingkungan yang bersih tetapi juga kepastian pasokan listrik dengan kualitas yang lebih baik,” paparnya.
Menurutnya, langkah pemerintah membangun fasilitas serupa di sejumlah kota seperti Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya hingga Makassar merupakan strategi tepat untuk menyebar pusat energi secara merata dan mengurangi beban jaringan listrik nasional yang selama ini bertumpu pada beberapa pusat pembangkit besar.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyebut bahwa pemerintah menargetkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi listrik di 10 titik prioritas dari 34 kabupaten dan kota yang memiliki volume sampah mencapai 1.000 ton per hari.
Sementara CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, menyebut nilai investasi proyek Waste to Energy secara nasional diperkirakan mencapai Rp 91 triliun.
[Redaktur: Mega Puspita]