KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengingatkan agar perusahaan pembangkit listrik di Indonesia tidak hanya fokus pada keuntungan bisnis, tetapi juga peduli terhadap masyarakat di sekitar wilayah operasinya.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengungkapkan bahwa keberadaan pembangkit listrik, termasuk panas bumi (geotermal), selalu bersinggungan dengan kehidupan warga setempat. Oleh karena itu, kepedulian sosial menjadi keharusan yang melekat.
Baca Juga:
Pangdam XX/TIB Tanamkan Nilai Pengabdian dan Kemanunggalan TNI-Rakyat di Kodim 0416/Bute
“Setiap perusahaan pembangkit listrik harus memahami bahwa masyarakat sekitar adalah stakeholder utama. Mereka bukan hanya penonton, melainkan pihak yang terdampak langsung. Jangan sampai pembangunan energi bersih justru meninggalkan luka sosial,” ujar Tohom, Sabtu (13/9/2025).
Menurut Tohom, keberlanjutan industri energi tidak bisa dilepaskan dari penerimaan masyarakat. Ia menyoroti sejumlah kasus di lapangan, termasuk kritik terhadap cara sosialisasi proyek panas bumi di Flores yang dinilai kurang etis.
“Kalau pendekatannya salah, proyek bagus pun akan ditolak. Perusahaan harus membangun komunikasi yang transparan, menghargai martabat warga, dan memastikan manfaat ekonomi benar-benar dirasakan,” katanya.
Baca Juga:
Jangan Asal Geser Meteran, ALPERKLINAS Imbau Konsumen Listrik Patuhi Aturan PLN
Lebih jauh, Tohom menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang berorientasi pada pemberdayaan.
“CSR bukan sekadar membagi uang atau hadiah, melainkan menciptakan program yang membangun kapasitas masyarakat, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga akses ekonomi produktif. Itu yang akan membuat hubungan antara perusahaan dan warga menjadi harmonis,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Perlindungan Hukum dan Konsumen Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini juga mengingatkan bahwa konflik sosial berpotensi menghambat keberlangsungan investasi energi.
“Kalau masyarakat merasa dipinggirkan, potensi gesekan semakin besar. Padahal, keberhasilan proyek sangat ditentukan oleh stabilitas sosial di sekitarnya. Maka saya tegaskan, peduli pada masyarakat bukan hanya moral obligation, tapi juga strategi bisnis yang cerdas,” tegas Tohom.
Ia menambahkan, di tengah transisi energi global, Indonesia membutuhkan iklim investasi yang kondusif. Untuk itu, sinergi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat harus dibangun di atas asas keadilan.
“Energi bersih tidak boleh lahir dengan cara kotor. Inilah yang harus kita kawal bersama,” ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah pihak menyoroti praktik sosialisasi proyek panas bumi di Flores yang dianggap tidak layak, termasuk adanya pembagian uang kecil saat mengedarkan kuesioner persetujuan.
Kritik datang dari warga hingga Keuskupan Agung Ende yang menilai pendekatan tersebut mencederai prinsip keadilan sosial.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]