Dalam pelaksanaannya, prinsip penanggung beban PPN adalah pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan demikian, PPN atas transaksi pembelian gas bumi PGN dari Hulu (pemasok) akan menjadi beban PGN sebagai pembeli sedangkan PPN atas transaksi penjualan gas bumi PGN kepada pelanggan menjadi beban pelanggan.
Baca Juga:
Menkeu Terbitkan Aturan Baru Terkait Tindak Pidana Pajak, Berikut Isinya
PGN berharap, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM juga memberikan dukungan dalam implementasi UU HPP dalam hal ini pengenaan PPN atas transaksi penjualan gas bumi kepada para pelanggan.
“Kami menghormati ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu instrumen dalam rangka pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Fadjar.
Djohan Arianto selaku Fungsional Penyuluh Ahli Madya Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar 3 (KPP LTO 3) mengatakan bahwa terdapat perubahan-perubahan untuk memperluas penerapan PPN.
Baca Juga:
Subholding Gas Pertamina Kebut 10 Proyek Gasifikasi Pembangkit Listrik Cluster Nusra dan Sultra
Latar belakang perubahan undang-undang ini telah berdasarkan kajian C-Efficiency bahwa PPN di Indonesia baru 63,58%. Artinya, Indonesia baru mengumpulkan 63,58% dari total PPN yang seharusnya dipungut.
Hal ini karena masih banyak barang dan jasa yang belum masuk ke dalam sistem atau dikecualikan PPN. Selain itu, juga disebabkan oleh masih banyaknya fasilitas PPN yang diberikan.
“Dengan asas netralitas, maka dipertimbangkanlah beberapa barang yang sebelumnya non kena pajak menjadi barang kena pajak. Di dalam industri, agar semua mendapat perlakuan yang sama termasuk barang tambang,” ujar Djohan dalam Sosialisasi Pelaksanaan UU HPP di Kantor PGN, (25/03/2022).