Paludikultur adalah sistem budidaya di lahan gambut yang mengoptimalkan jenis-jenis tanaman asli atau tanaman lain yang adaptif.
Untuk pemanfaatan jangka pendek bisa dilakukan dengan menanam serai wangi dan jelutung yang bisa disadap getahnya untuk pemanfaatan jangka panjang.
Baca Juga:
DLH Kota Metro dan CCEP Indonesia Gelar Festival Apresiasi Bank Sampah 2025
Sedangkan untuk jangka menengah bisa dimanfaatkan dengan menanam tanaman bioenergi seperti gamal, yang kayunya memiliki nilai kalori tinggi tak kalah dengan batubara.
Tanaman gamal bisa dibudidayakan dengan sistem trubusan (copice) yang berarti pohon tidak perlu ditebang habis untuk pemanfaatan kayunya.
“Saat ini pola paludikultur ini sedang diuji coba di salah satu PBPH di Kalimantan Barat,” kata Indroyono.
Baca Juga:
Dampak Penutupan TPA Basirih, Kota Banjarmasin Hadapi Krisis Lingkungan Serius
Dia mengatakan kayu gamal bisa dimanfaatkan dalam bentuk serpih atau diolah menjadi wood pellet untuk selanjutnya menjadi pendamping atau pengganti batubara di pembangkit listrik.
Menurut Indroyono, perusahaan energi Indonesia, PLN, saat ini sedang menuju penggunaan biomassa yang lebih banyak untuk pembangkitan listrik. “Dibutuhkan sekitar 4,1 juta per tahun biomassa untuk kebutuhan co firing di 52 lokasi pembangkit listrik PLN,” katanya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Budi Leksono mengatakan tanaman yang juga potensial dikembangkan sebagai bioenergi sekaligus merehabilitasi gambut adalah nyamplung (Calophyllum inophyllum).