Energynews.id | Schneider Electric mengungkapkan pencapaian target net-zero emission melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan perlu dibarengi dengan pembaruan infrastruktur jaringan kelistrikan terdesentralisasi untuk mengakomodasi kebutuhan energi masa depan.
Hal ini dapat menjadi bagian dari upaya penguatan sistem energi global yang berkelanjutan yang tengah dibahas saat ini pada Presidensi G20 Indonesia.
Baca Juga:
Tujuh Tahun Terakhir, Rasio Elektrifikasi PLN NTT Naik 34 Persen
Jaringan atau gardu listrik (grid) dibangun jauh sebelum kita mengetahui, atau memahami bahaya perubahan iklim. Infrastruktur yang tersentralisasi ini didesain untuk mendukung masyarakat yang berfokus pada kesejahteraan ekonomi, inovasi industri dan ketahanan energi, bukan pada emisi karbon.
Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengatakan dari sisi pasokan, saat ini kita telah mencapai kemajuan dengan pembangkit energi terbarukan terdesentralisasi, dengan kapasitas daya ramah lingkungan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih murah.
Dari sisi konsumen, semakin banyak perangkat yang terhubung dan mengonsumsi energi cukup besar, baik di rumah, tempat kerja, maupun lingkungan industri.
Baca Juga:
Sambut HLN Ke-79, Donasi Insan PLN Terangi 3.725 Keluarga se-Indonesia
“Namun demikian, grid yang ada saat ini kebanyakan tetaplah sama yaini tersentralisasi dan sulit beradaptasi di tengah perubahan pasokan dan permintaan maupun perubahan kondisi cuaca,” katanya, Kamis(29/4).
Robert Rossi menyampaikan bahwa kita telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam sektor energi ramah lingkungan sejak dua dekade yang lalu. Sejak pergantian abad, harga listrik terbarukan telah turun secara eksponensial.
Secara global, biaya solusi Solar Photovoltaic (OV) turun 82% antara tahun 2010 dan 2019, sementara harga listrik dari tenaga surya turun 89% dari US$359/MWh menjadi US$40 dalam periode yang sama.