“BRIN memiliki banyak aspek dan aspek energi sangat luas mulai dari energi konvensional, contohnya terkait bahan bakar minyak, tetapi kita masuk ke realisasi misalnya campuran B.40 untuk solusi jangka pendek karena belum bisa ke listrik dan bagaimana mengurangi BBM memanfaatkan sumber energi terbarukan misalnya minyak sawit dan sebagainya, karena kita kaya dengan sumber-sumber hayati,” papar dia.
Handoko juga mengatakan nuklir tanpa disadari telah ada di sekitar kita sejak lama, contohnya di rumah sakit seperti peralatan medis, terapi medis berbasis nuklir yang sudah menjadi standar.
Baca Juga:
Bukan Isapan Jempol, BRIN Siap Gaji Talenta Iptek RI Selevel Negara Tetangga
Apalagi, Indonesia adalah negara nuklir pertama di Asia yang memiliki reaktor sejak 1958, bahkan sebelum Jepang dan Korea.
“Kita sudah lama dan memiliki tiga reaktor di Bandung, Puspiptek Serpong, dan Yogyakarta,” ungkap dia.
Handoko juga menjelaskan tentang tantangan diaspora untuk kembali ke Indonesia.
Baca Juga:
Pemkot Semarang dan BRIN Sukses Budidayakan Varietas Bawang Merah Lokananta Maserati
Dia mengungkapkan pihaknya melakukan hunting untuk SDM unggul secara proaktif ke berbagai perhimpunan mahasiswa Indonesia dan kampus-kampus.
“Pertama adalah periset, yakni seberapa jauh kita melanjutkan aktivitas riset. Saat ini dari sisi take on pay untuk di BRIN sudah sangat memadai jika dibandingkan dengan Malaysia. Sehingga kita cukup kompetitif dari sisi gaji. Dari sisi prospek penting, itulah sebabnya kita banyak membuat skema-skema yang belum pernah ada di negara ini, antara lain skema mobilitas periset maupun berbagai skema hibah periset,” jelas dia.
Handoko mengungkapkan setelah integrasi dana BRIN cukup memadai karena BRIN telah melakukan perubahan pola manajemen riset.