Energynews.id | Di balik popularitas Non-Fungible Token (NFT) yang sedang meroket, ternyata ada proses yang membutuhkan energi besar.
Saking tingginya energi yang dibutuhkan, aset kripto ini dinilai berdampak buruk bagi lingkungan. Lantas seberapa besar energi yang dibutuhkan?
Baca Juga:
Pupuk Kebersamaan, Danrem 042/Gapu Pimpin Olahraga Bersama Di Mayonif Raider 142/KJ
NFT sendiri adalah sebuah token kriptografi yang mewakili suatu barang yang dianggap unik. Dengan memiliki aset NFT, pemilik seperti memiliki karya seni atau barang antik.
Sederhananya, NFT ibarat sertifikat digital atas karya tersebut dan bisa dijual oleh pemiliknya.
Ketika sebuah NFT dijual atau terdaftar di marketplace seperti OpenSea, NFT akan divalidasi untuk menunjukkan lokasi aset tersebut di sistem blockchain. Proses itu disebut sebagai "pencatatan".
Baca Juga:
Kerap Melanggar Jam Operasional dan Melebihi Jumlah Tonase, Aktivitas Angkutan Batubara Dihentikan Sementara
Maksud dari proses pencetakan ini dilakukan untuk membuat tanda terima digital di sistem blockchain, sesuai dengan blockchain yang digunakan.
Saat NFT dibeli, tanda terima akan dicatat dan disimpan di dompet digital pembeli, misalnya MetaMask.
Nah, dalam proses pencatatan tersebut dibutuhkan validasi informasi untuk menentukan di mana lokasi tanda terima dalam blockchain tersebut.