"Dukungan dari manufaktur lokal juga sangat diperlukan untuk memenuhi TKDN dan memberikan manfaat yang besar untuk dalam negeri terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja," katanya.
Di samping itu, aspek kemudahan akses pembiayaan murah, insentif, dan fasilitas pembiayaan lainnya juga sangat penting. Khususnya untuk memberikan kelayakan finansial dan meningkatkan investasi energi terbarukan seperti PLTS.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Sementara itu, pada 2021 lalu Institute for Essential Services Reform (IESR) mengidentifikasi sejumlah rencana proyek PLTS skala besar dengan total 2,7 GWac, dengan nilai investasi US$ 3 miliar.
Pada gelaran Indonesia Solar Summit 2022 terangkum jumlah rencana proyek PLTS hingga 2023 sebesar 2.300 MW yang mencakup PLTS atap (persentase terbesar), PLTS atas tanah, dan PLTS terapung.
Untuk memobilisasi potensi investasi ini, IESR menilai diperlukan ekosistem yang menarik dan mendukung, termasuk kebijakan dan regulasi yang baik, implementasi komprehensif peraturan yang sudah ada, dan dukungan untuk mendorong pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyatakan, untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 sesuai Perpres 22/2017, selain target RUPTL 10,9 GW, dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sekitar 4 GW di luar PLN.
Tambahan ini bisa disumbang oleh PLTS baik PLTS atap maupun penggunaan PLTS di wilayah usaha non-PLN.
"Dari deklarasi 2,3 GW proyek PLTS di ISS 2022 menunjukkan potensi energi surya yang sangat besar di Indonesia," kata dia.