Energynews.id | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong supaya pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia dapat dipercepat. Mengingat, sumber energi ini bakal menjadi andalan untuk penyediaan listrik nasional di masa depan.
Seperti diketahui, potensi energi surya di Tanah Air jumlahnya tak main-main, yakni mencapai 207,8 Giga Watt (GW). Namun, hingga akhir 2021, kapasitas terpasang PLTS RI baru mencapai 200,1 Mega Watt (MW).
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan bahwa energi surya akan berperan penting dalam penyediaan listrik nasional, terutama dalam roadmap transisi energi Indonesia untuk mencapai netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Pasalnya, dari 587 Giga Watt (GW) kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang ditargetkan akan beroperasi pada 2060, sebesar 361 GW atau lebih dari 60% direncanakan berasal dari energi surya.
Ego menjelaskan bahwa pemerintah setidaknya memiliki tiga program besar pemanfaatan energi surya, yakni PLTS atap, PLTS ground-mounted skala besar, dan PLTS terapung.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
"Implementasi beragam program ini membutuhkan kontribusi dari banyak pihak, tak hanya pemerintah, pemegang wilayah usaha, maupun pengembang energi terbarukan, tetapi juga para pengguna energi, seperti sektor komersial dan industri," kata Ego dalam acara Indonesia Solar Summit 2022, Selasa (19/4/2022).
Ego mengatakan, sebanyak 31 perusahaan telah mendeklarasikan untuk membangun PLTS dengan kapasitas total 2,3 GW pada 2022 dan 2023, serta rencana pembangunan pabrik komponen pendukung PLTS di Indonesia. Komitmen ini menurutnya akan memberikan angin segar bagi investasi energi surya di Indonesia.
Ego menilai PLTS atap sendiri merupakan salah satu quick wins percepatan pemanfaatan energi surya melalui kontribusi langsung dari para pengguna energi. Khususnya bagi industri untuk memenuhi tuntutan pasar yang semakin kuat terhadap produk hijau (green product).
"Dukungan dari manufaktur lokal juga sangat diperlukan untuk memenuhi TKDN dan memberikan manfaat yang besar untuk dalam negeri terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja," katanya.
Di samping itu, aspek kemudahan akses pembiayaan murah, insentif, dan fasilitas pembiayaan lainnya juga sangat penting. Khususnya untuk memberikan kelayakan finansial dan meningkatkan investasi energi terbarukan seperti PLTS.
Sementara itu, pada 2021 lalu Institute for Essential Services Reform (IESR) mengidentifikasi sejumlah rencana proyek PLTS skala besar dengan total 2,7 GWac, dengan nilai investasi US$ 3 miliar.
Pada gelaran Indonesia Solar Summit 2022 terangkum jumlah rencana proyek PLTS hingga 2023 sebesar 2.300 MW yang mencakup PLTS atap (persentase terbesar), PLTS atas tanah, dan PLTS terapung.
Untuk memobilisasi potensi investasi ini, IESR menilai diperlukan ekosistem yang menarik dan mendukung, termasuk kebijakan dan regulasi yang baik, implementasi komprehensif peraturan yang sudah ada, dan dukungan untuk mendorong pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyatakan, untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 sesuai Perpres 22/2017, selain target RUPTL 10,9 GW, dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sekitar 4 GW di luar PLN.
Tambahan ini bisa disumbang oleh PLTS baik PLTS atap maupun penggunaan PLTS di wilayah usaha non-PLN.
"Dari deklarasi 2,3 GW proyek PLTS di ISS 2022 menunjukkan potensi energi surya yang sangat besar di Indonesia," kata dia.
Menurut Fabby, Indonesia bisa menjadi solar power house di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan 3-4 GW per tahun jika tidak dihalang-halangi.
Hal tersebut tentunya akan membuka kesempatan mengalirnya investasi hijau, kesempatan menumbuhkan industri PLTS terintegrasi dari hulu ke hilir, dan penyerapan tenaga kerja serta daya dorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
"Presiden Jokowi perlu melihat potensi ini dan memimpin revolusi energi surya untuk transisi energi di Indonesia," tandas Fabby. [jat]