Energynews.id | Institut Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan (IISD) memperkirakan enam negara emerging terbesar, yakni Brasil, Rusia, India, Indonesia, Cina dan Afrika Selatan berpotensi kehilangan pendapatan US$ 570 miliar atau Rp 8.550 triliun (kurs 15.000/US$) akibat transisi energi pada 2050.
Keenam negara ini perlu mulai menyesuaikan kebijakan fiskal untuk memperhitungkan penurunan penggunaan bahan bakar fosil ke depan.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
"Untuk mencegah perubahan iklim yang menghancurkan, dunia harus menghentikan produksi dan konsumsi bahan bakar fosil, yang pasti akan mengikis pendapatan terkait," kata Senior Associate di IISD Tara Laan, dalam keterangan resminya, Kamis (7/7).
Proyeksi tersebut dibuat berdasarkan data pendapatan keenam negara pada 2019 dan skenario untuk permintaan dan penawaran energi hingga 2050 oleh International Energy Agency (IEA).
Brasil, Rusia, India, Indonesia, Cina, dan Afrika Selatan yang kemudian disingkat BRIICS, mewakili 45% populasi dunia, 25% dari PDB global, dan bagian yang signifikan dari orang miskin di dunia.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Negara BRIICS disebut sangat rentan terhadap dampak fiskal dari transisi energi karena ketergantungan mereka yang tinggi pada bahan bakar fosil pendapatan.
Pendapatan negara dari produksi dan konsumsi bahan bakar fosil saat ini mencapai 34% dari total pendapatan pemerintah di Rusia, 18% di India, dan 16% di Indonesia.
Selain itu, pendapatan tersebut menyumbang 8% di Brasil, 6% di Afrika Selatan, dan 5% di Cina.