Konsumenlistrik.com I Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi populasi mobil listrik di Indonesia pada 2021 mencapai 125.000 unit, dan motor listrik mencapai 1,34 juta unit.
Meningkatnya populasi kendaraan listrik ini seiring dengan berkembangnya tren penggunaan kendaraan listrik di dunia. Jika di seluruh dunia ada 10 juta mobil listrik yang mengaspal. Tren pemakaian mobil listrik ini diprediksi akan terus meningkat dan semakin tinggi.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Kini, tren kendaraan listrik mulai dilirik masyarakat. Tak hanya mobil, tetapi banyak pula motor listrik yang digunakan di Indonesia. Apalagi di seluruh dunia.
Dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 yang dikeluarkan Kementrian Perindustrian pada 2030 produksi mobil listrik ditargetkan mencapai 600 ribu unit dan sepeda motor listrik 2,45 juta unit.
Target produksi tersebut diharapkan mampu menurunkan emisi karbondioksida (CO2) sebesar 2,7 juta ton untuk kendaraan roda empat dan 1,1 juta ton untuk roda dua.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Peluang sekaligus tantangan
Dalam webinar bertema “Peluang dan Tantangan Kendaraan Listrik di Indonesia” yang diselenggarakan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Selasa (14/12/2021), Prof. Dr. Ir. Bambang Agus Kironoto selaku Caretaker Pustral UGM memberikan penjelasan.
Melihat penggunaan kendaraan listrik yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadikan kondisi ini sebagai peluang sekaligus tantangan. Apalagi dunia tengah beramai-ramai menuju penggunaan energi bersih dengan terus berupaya menurunkan ketergantungan pada bahan bakar minyak.
"Ini saya kira yang lebih penting yaitu menjadikan peluang untuk meningkatkan perekonomian dengan mengambil nilai tambah dari produksi kendaraan listrik di Indonesia," ujarnya dikutip dari laman UGM.
Dia mengatakan, yang menjadi tantangan saat ini adalah harga mobil listrik masih cenderung lebih mahal dibanding kendaraan berbahan bakar minyak.
Disamping itu, perlu mulai dipikirkan beberapa aspek lainnya berupa standarisasi kendaraan listrik pada sisi infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), maintenance, dan sebagainya.
"Ini menjadi penting untuk dibahas bagaimana peluang yang dapat dimanfaatkan dengan adanya perkembangan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia dan UGM bisa berpartisipasi dalam riset pengembangan kendaraan listrik ini," terangnya.
Ahli dari Pustral UGM, Dr. Eng. Muh Arif Wibisono, S.T., M.T D menyatakan, terkait dengan sejarah dan definisi kendaraan listrik. Ia mengatakan soal regulasi, bagaimana hasil riset pengembangan research and development terkait dengan pengembangan kendaraan listrik di lingkungan akademisi dihadapkan pada peluang dan tantangan kendaraan listrik ke depan.
"Bagaimana pun keberadaan kendaraan listrik di masa mendatang membuka peluang bisnis. Peluang bisnis ini lebih pada beberapa hal yang menjadi potensi bisnis," ungkapnya.
Yakni mulai dari sebelum produksi, operasional, sampai dengan pasca produksi. Serta kemudian menjadi tantangan penting adalah bagaimana mengenalkan Electronic Vehicle (EV) kepada masyarakat.
Kebutuhan baterai jadi vital
Sementara Indra Perdana, S.T., MT., Ph.D., dosen Departemen Teknik Kimia, FT UGM, menambahkan isu-isu yang berkembang saat ini dan ke depannya adalah pada potensi pertumbuhan ekosistem mobil listrik.
Ekosistem mobil listrik, seperti penyediaan dan kebutuhan baterai akan menjadi sangat vital seiring semakin bertumbuhnya ekosistem kendaraan listrik. Indra menjelaskan komponen atau material penyusun baterai tidak dapat seterusnya didaur ulang.
Riset-riset untuk menemukan material lain sebagai bahan baku produksi baterai perlu dilakukan.
Selain itu, diperlukan inovasi lain pengembangan jenis baterai selain Lithium-Ion Battery yang ada saat ini. Disebutnya, bisnis kendaraan listrik merupakan salah satu bagian circular economy yang besar.
Daur ulang baterai menjadi sesuatu yang harus dilakukan dengan 3 alasan yaitu: 1. environment aspect 2. sustainable aspect 3. national independent aspect. (tum)