WahanaNews-Konsumenlistrik, Jakarta – Pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan aksi banding pada Badan Banding (Appellate Body) WTO pada Desember 2022 lalu, setelah WTO memenangkan gugatan Uni Eropa atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel RI sejak 2020 lalu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan Indonesia akan kalah lagi dari gugatan banding terhadap Uni Eropa terkait kebijakan larangan ekspor mineral mentah, khususnya bijih nikel, di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baca Juga:
Indonesia Tekankan Pentingnya Penguatan Sistem Perdagangan Multilateral
Presiden Jokowi mengakui, banyak pihak yang menentang Indonesia atas kebijakan larangan ekspor mineral mentah ini.
Namun dia tetap meyakini, dengan kebijakan ini, hilirisasi nikel di Tanah Air akan berkembang dan industri hilir nikel bisa semakin maju.
"Tetapi ini ditentang, digugat ke WTO, dan maaf kita kalah, bukan menang. Kalah kita," kata Jokowi dalam sambutannya pada acara Pembukaan Kongres ke-XII Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia, di Hotel Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (28/3/2024) mengutip CNBC Indonesia.
Baca Juga:
Hadiri Pertemuan Informal Tingkat Menteri WTO, Wamendag: Momentum Akselerasi Kerja Sama Antar Negara
"Saya yakin kita mungkin akan kalah lagi, tetapi industrinya sudah jadi," katanya.
Dia meyakini, meskipun nantinya Indonesia dinyatakan kalah lagi dalam banding kali ini, namun pada saat itu industri hilir nikel di dalam negeri sudah terbangun, seperti ekosistem baterai hingga kendaraan listrik.
"Karena memang membangun sebuah industri butuh waktu, gak tahu apakah ada banding kedua. Kalau ada banding lagi, pokoknya jangan mundur sampai industri selesai dibangun," kata Jokowi.
Jokowi menyebut, nilai ekspor produk nikel RI melompat berkali-kali lipat usai hilirisasi. Ia mencontohkan, nilai ekspor nikel mentah hanya US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30 triliun. Namun, ketika sudah diolah di dalam negeri nilai industri nikel RI melonjak menjadi US$ 30 miliar.
"Artinya hampir Rp 500 triliun. Coba berapa kali lipat nilai tambah kita dapat, pajak kita dapat, PNBP yang kita dapat, bea ekspor yag didapat, royalti kita dapat utk mendapatkan negara," kata Jokowi.
Seperti diketahui, pada November 2022 lalu, Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO terkait larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020.
Setidaknya, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO. Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020: Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
[Redaktur: Alpredo Gultom]