Konsumenlistrik.com | Pengembangan biodiesel di Indonesia memiliki peran strategis dan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek. Implementasi biodiesel di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pionir dalam pemanfaatan biodiesel, dengan implementasi biodiesel 30% (B30) pada tahun 2020.
Sementara itu, pada dunia aviasi, uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4% juga berhasil dilakukan dengan baik. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 3rd Palm Biodiesel Conference yang termasuk dalam rangkaian acara Energy Transitions Working Group (ETWG) 1 Presidensi G20 Indonesia.
Baca Juga:
Indonesia Kembali Ajukan Panel Evaluasi Sengketa Bea Masuk Biodiesel Uni Eropa di WTO
"Pada tahun 2021, nilai ekonomi dari implementasi B30 mencapai lebih dari USD4 miliar dan berhasil menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e," lanjut Arifin di Yogyakarta, Kamis (24/3/2022).
Arifin mengatakan, penerapan mandatori biodiesel yang melibatkan multi-stakeholder bukan tanpa tantangan.
"Jadi, sebelum dilaksanakan, penting untuk memastikan bahwa program tersebut memenuhi tiga kriteria utama, yakni layak secara teknis, dapat diandalkan secara ekonomi, dan dapat diterima secara politik serta membutuhkan komitmen dari semua pihak," ujarnya.
Baca Juga:
Dirut Pertamina Paparkan Manfaat Minyak Sawit Jadi Bahan Bakar
Pengembangan biodiesel tidak akan berhenti pada B30 saja, karena Kementerian ESDM berencana untuk meningkatkan tingkat pencampuran lebih tinggi lagi dengan menerapkan bahan bakar hijau. Saat ini kajian komprehensif sedang dilakukan, antara lain menyiapkan kajian tekno ekonomi, kerangka regulasi, fasilitas insentif, infrastruktur, penetapan standar kualitas produk, serta pengembangan industri pendukung.
Pemerintah juga telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4% sebagai upaya pengurangan emisi di sektor penerbangan.
"Terkait dengan kepedulian The International Civil Aviation Organization (ICAO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk mengurangi emisi di sektor penerbangan internasional, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4%. Keberhasilan ini menambah kepercayaan dan semangat kami untuk mendorong komersialisasi bioavtur," tambah Arifin.
Ke depan, Kementerian ESDM akan menerapkan indikator keberlanjutan, yakni indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk tahun 2022, Kementerian ESDM akan memulai implementasi indikator keberlanjutan biodiesel secara sukarela di sisi hilir.
"Kami berharap dalam waktu dekat indikator keberlanjutan biodiesel ini dapat diterapkan, baik di sisi hulu maupun hilir," tandas Arifin.
Biodiesel sebagai alternatif bahan bakar fosil yang dapat diandalkan telah menjadi peran strategis karena memiliki pengaruh positif dalam berbagai aspek. Biofuel yang dihasilkan dari sumber terbarukan, memberikan nilai tambah melalui hilirisasi industri pertanian dalam negeri, menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO), meningkatkan kesejahteraan petani kecil, menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan bahan bakar fosil, mengurangi bahan bakar impor, menghemat devisa negara dan neraca perdagangan, menyediakan kesempatan kerja, serta untuk menjaga ketahanan energi.
"Kami percaya bahwa kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, pasarnya besar dan akan terus tumbuh," ujarnya.
Namun demikian, imbuh Arifin, pembangunan tersebut tidak boleh berbenturan dengan pangan, pakan, dan pupuk, serta menghindari pembukaan lahan secara besar-besaran yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
"Diperlukan cara-cara baru yang inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, menghasilkan bahan bakar yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, meningkatkan daya dukung lingkungan, dan lebih mensejahterakan petani," pungkas Arifin.
Sebagaimana diketahui, Kebijakan Energi Nasional Indonesia menetapkan ambisi untuk mengubah bauran energi dengan memprioritaskan sumber daya energi baru dan terbarukan. Kebijakan tersebut menargetkan sumber energi baru dan terbarukan berkontribusi sekitar 23% dari total bauran energi primer pada tahun 2025. Pada tahun 2021, pangsa Energi Terbarukan telah mencapai 11,7% dari total bauran energi dan biodiesel berkontribusi sekitar 35%. [tum]