KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - IPB University menjadi salah satu lembaga pendidikan yang serius dalam menerapkan efisiensi anggaran, khususnya dalam penggunaan listrik.
Langkah ini mendapat apresiasi dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) yang menilai kebijakan tersebut sebagai contoh yang harus ditiru oleh berbagai instansi lain.
Baca Juga:
Guru Besar IPB Sindir LSM yang Koar-koar Anti Sawit
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengungkapkan bahwa kebijakan penghematan listrik yang diterapkan IPB merupakan langkah strategis yang tidak hanya mengurangi beban anggaran, tetapi juga mencerminkan kepedulian terhadap efisiensi energi secara nasional.
“Kami melihat IPB telah mengambil langkah maju dalam pengelolaan listrik secara bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal penghematan biaya, tetapi juga upaya menciptakan budaya hemat energi yang berkelanjutan,” ujar Tohom, Selasa (18/3/2025).
Menurutnya, efisiensi energi harus menjadi perhatian semua institusi, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga pendidikan.
Baca Juga:
Dipolisikan Buntut Kasus PT Timah, Guru Besar IPB Jelaskan Dasar Penghitungan Rp271 Triliun
ALPERKLINAS berharap kebijakan seperti yang diterapkan IPB dapat menjadi standar nasional bagi pengelolaan energi di berbagai instansi.
“Di era modern ini, ketergantungan pada listrik semakin tinggi, tetapi itu bukan alasan untuk boros. Sebaliknya, kita harus mencari cara agar pemakaian listrik lebih efisien tanpa mengurangi produktivitas,” tambahnya.
Sebelumnya, IPB University menerbitkan Surat Edaran Penghematan Daya Listrik yang mewajibkan unit-unit kerja melakukan berbagai langkah efisiensi.
Salah satu kebijakan utama adalah pembatasan penggunaan lift, AC, dan lampu penerangan.
Gedung yang memiliki dua unit lift, misalnya, hanya diperbolehkan mengoperasikan satu unit setiap harinya secara bergantian.
Sementara itu, AC di ruang akademik hanya boleh dinyalakan antara pukul 10.00 hingga 16.00 WIB dengan suhu yang disesuaikan di rentang 23-25 derajat Celsius.
Untuk unit kerja yang menggunakan fasilitas seperti teaching industry, green house, dan mesin industri dengan daya besar, IPB menerapkan kebijakan bayar listrik secara mandiri.
Hal ini diharapkan dapat mendorong efisiensi penggunaan energi di unit-unit yang bersifat income generating.
Selain itu, IPB juga mewajibkan seluruh pegawai untuk memastikan bahwa lampu penerangan di ruang rapat, ruang kerja, dan lobi tidak melebihi 50 persen dari kapasitas normal selama jam kerja.
Kepala tata usaha dan teknisi masing-masing unit bertanggung jawab untuk mengawasi penerapan kebijakan ini.
Tohom yang juga Penasihat DPP Persatuan Artis Batak Indonesia (PARBI) menilai kebijakan ini sebagai contoh nyata bahwa efisiensi listrik bisa dilakukan tanpa mengorbankan aktivitas utama lembaga.
“Kebijakan ini bisa diterapkan di mana saja, termasuk di instansi pemerintahan dan dunia usaha. Harus ada kesadaran bahwa efisiensi energi bukan sekadar penghematan biaya, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial,” ujarnya.
Efisiensi Harus Jadi Gerakan Nasional
Lebih jauh, ALPERKLINAS berharap kebijakan serupa bisa diterapkan di lebih banyak institusi, mengingat konsumsi listrik yang terus meningkat di berbagai sektor.
“Kami akan terus mendorong adanya regulasi yang lebih ketat dan insentif bagi lembaga yang menerapkan efisiensi energi dengan baik. Jangan sampai ada pemborosan listrik yang tidak perlu, sementara kita masih menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional,” pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]