Konsumenlistrik.com | PT PLN (Persero) berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon, salah satunya dengan mengubah atau mengonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
Untuk menjalankan hal itu, BUMN sektor kelistrikan ini mulai mengembangkan program dedieselisasi sejak pertengahan 2020. PLN berencana mengonversi hingga 1.873 Mega Watt (MW) atau hampir 2 Giga Watt (GW) PLTD.
Baca Juga:
Transisi Energi, PLN Siap Terapkan Dedieselisasi Pembangkit Berskala Kecil
Program konversi PLTD ini dilakukan dengan tiga skema, yaitu konversi PLTD ke EBT berkapasitas 499 MW, konversi PLTD ke gas (gasifikasi) 304 MW, dan konversi PLTD menjadi interkoneksi ke jaringan (grid) 1.070 MW.
Untuk program konversi PLTD ke EBT, perseroan pun sudah membuka lelang tahap pertama dengan kapasitas sebesar 212 MW pada 1 Maret 2022 lalu. Pembangkit berbasis Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut tersebar di 183 lokasi.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Mega Proyek dan EBT PLN Wiluyo Kusdwiharto dalam seminar 'Renewable Energy Technology as Driver for Indonesia's De-Dieselization' yang merupakan rangkaian dari Sidang Energy Transition Working Group (ETWG) dalam rangka Presidensi G20 di Yogyakarta, Rabu (23/03/2022), dikutip dari CNBC Indonesia.
Baca Juga:
Transisi Energi, PLN Siap Terapkan Dedieselisasi Pembangkit Berskala Kecil
Wiluyo mengatakan, 212 MW PLTD tersebut akan dikonversi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan baterai.
"Konversi PLTD ke EBT dilakukan terutama untuk daerah-daerah PLTD yang isolated/jauh dari grid, dan tidak memiliki sumber energi baru terbarukan alternatif lainnya," ungkapnya.
Dalam program dedieselisasi tahap I ini, PLN akan menerapkan konsep lelang baru, sehingga dapat mengoptimalkan proyek tersebut. Konsep pertama adalah klasterisasi lokasi. Program dedieselisasi tahap I akan dibagi menjadi 8 klaster di Jawa-Madura dan Kalimantan I dengan jumlah PLTD yang dikonversi sebesar 14-55 MW di setiap klaster.
"Klasterisasi ini akan meningkatkan ukuran proyek dan juga nilai ekonomi proyek, sehingga menjadi menarik untuk dikembangkan," jelasnya.
Konsep kedua adalah mengakomodasi pertumbuhan permintaan melalui skema modular incremental development dengan menambah kapasitas secara bertahap.
"Model ini cocok untuk wilayah off-grid yang terisolasi, di mana karakteristik pertumbuhan permintaan berbeda dan cenderung stabil," ujarnya.
Konsep ketiga adalah membuka teknologi yang digunakan dalam proyek untuk memberikan lebih banyak ruang pada inovasi dan persaingan teknologi untuk mendapatkan PV dan baterai yang paling efisien, andal, dan kompetitif di pasar.
"Pengadaan pada program de-dieselization tahap I ini akan dilakukan dalam beberapa batch di mana setiap batch terdiri dari beberapa klaster. Setiap klaster memiliki RFP terpisah yang terdiri dari beberapa lokasi," ucapnya.
Perlu diketahui, saat ini PLN memiliki PLTD mencapai 5.200 unit tersebar di 2.130 lokasi, yang rata-rata berada di daerah terpencil (isolated). Pada 2020, konsumsi BBM untuk PLTD mencapai 2,7 juta kl atau setara dengan Rp 16 triliun.
"Diharapkan dengan program konversi PLTD dengan total 499 MW ke EBT ini dapat menurunkan pemakaian BBM sebesar 67 ribu kl, menurunkan emisi CO2 sebesar 0,3 juta ton CO2e, serta meningkatkan bauran energi EBT sebesar 0,15%," tuturnya. [tum]