KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menegaskan dukungannya terhadap langkah pemerintah dan PLN untuk memastikan bahwa subsidi listrik diberikan secara tepat sasaran, khususnya hanya kepada kelompok ekonomi lemah.
Sikap ini disampaikan sebagai respons atas pembahasan mekanisme baru pemberian subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025 yang diarahkan menuju desain ulang penyaluran subsidi pada paruh pertama 2026.
Baca Juga:
Lapor ke Prabowo, Maruarar Sebut Penyaluran Rumah Subsidi Sudah 221.041 Unit
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai bahwa langkah pemerintah melakukan pengetatan distribusi subsidi merupakan kebijakan yang tidak hanya strategis, tetapi juga mendesak.
“Subsidi itu adalah instrumen keadilan. Jika tidak tepat sasaran, ia berubah menjadi beban negara dan ketidakadilan bagi rakyat kecil,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).
Tohom menegaskan bahwa subsidi energi harus kembali pada esensi dasarnya, yakni melindungi masyarakat rentan.
Baca Juga:
Wamen ESDM Ungkap Penyebabnya Stok BBM di SPBU Swasta Kosong
Menurutnya, penerima golongan mampu yang masih menikmati subsidi merupakan alarm serius bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola data, integrasi sistem sosial-ekonomi, dan mekanisme validasi di lapangan.
“Kita bicara tentang fairness, bukan sekadar hitungan fiskal. Kalau desil 8 sampai 10 masih menikmati subsidi, berarti ada lubang besar di sistem pendataan dan verifikasi,” katanya.
Ia juga memberikan gambaran terkait arah kebijakan subsidi ke depan.
Pertama, integrasi data antara kementerian, BUMN, dan pemerintah daerah harus berbasis pada real-time socioeconomic profiling sehingga penerima subsidi benar-benar mencerminkan kondisi riil masyarakat.
Kedua, subsidi seharusnya tidak hanya tepat sasaran secara identitas, tetapi juga tepat manfaat, yakni mempertimbangkan pola konsumsi listrik, jenis penggunaan, hingga potensi penyalahgunaan.
“Kebijakan subsidi masa depan harus adaptif. Tidak bisa lagi berbasis asumsi statis. Data harus bekerja untuk rakyat,” tegas Tohom.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa transparansi dan akuntabilitas harus menjadi syarat utama.
Tohom mengingatkan bahwa publik harus bisa mengawasi bagaimana subsidi dihitung, disalurkan, dan dievaluasi.
“Konsumen harus diberi ruang untuk mengawasi. Tidak boleh lagi ada zona gelap dalam skema subsidi energi. Kalau transparan, kepercayaan publik naik, PLN juga lebih kuat secara kelembagaan,” paparnya.
Tohom menilai bahwa langkah pemerintah mendesain ulang mekanisme subsidi dalam dua tahun mendatang sudah tepat, namun ia mendorong agar prosesnya betul-betul jadi bagian dari transformasi menyeluruh sektor perlindungan konsumen.
“Kalau ini dijalankan serius, bukan hanya subsidi yang tepat sasaran, tapi kita juga bisa memperkuat fondasi energi berkeadilan bagi generasi yang akan datang,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa pemerintah tengah melakukan desain ulang skema subsidi agar tidak lagi dinikmati golongan kaya yang masuk desil 8, 9, dan 10.
Desain baru tersebut akan memperketat penyaluran dan mengembalikan besaran subsidi kepada masyarakat miskin di desil 1–4.
Purbaya menyebut bahwa pemerintah membutuhkan waktu dua tahun untuk merampungkan transformasi tersebut, namun memastikan ketepatan sasaran dapat dicapai lebih cepat selama proses berjalan.
[Redaktur: Mega Puspita]