Konsumenlistrik.com | Imbas naiknya harga minyak dunia Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi Pertamina dan PLN mengalami kerugian.
Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp191 triliun untuk Pertamina dan Rp71 triliun untuk PLN.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, kerugian tentu akan sangat melukai kinerja keuangan dua perusahaan tersebut.
Hanya ada satu cara yang bisa dilakukan pemerintah agar keuangan BUMN ini membaik.
"Cuma satu (solusinya). Bayar kompensasi (subsidi) segera," ujar Mamit saat melansir MNC Portal Indonesia, Sabtu (21/5/2022).
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
Mamit mengatakan, pemerintah memang sedang dihimpit kondisi sulit dan tidak bisa memprioritaskan seluruh sektor. Namun, jika dampak kenaikan harga minyak dunia tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat, tentu akan memberatkan bagi Pertamina dan PLN.
Apalagi, khusus untuk Pertamina menjual produk BBM mereka dengan harga di bawah keekonomian. Jika tidak mengalami penyesuaian, kerugian Pertamina semakin bertambah.
"Tapi untuk menyesuaikan hargapun mereka banyak pertimbangan terkait dampaknya. Jadi mereka dalam posisi sulit," ungkap Mamit.
Sampai saat ini, pemerintah masih belum bisa membayar beban kompensasi yang cukup besar untuk BBM penugasan dan subsidi. Beban keuangan Pertamina sangat besar karena Pertamina harus membeli terlebih dahulu termasuk adanya cost off money karena adanya pinjaman.
"Bagi PLN, mengingat salah satu variable untuk penentuan harga TDL (Tarif Dasar Listrik) adalah ICP (minyak mentah Indonesia). Kenaikan harga minyak dunia pastinya akan mendorong kenaikan harga ICP. Dampaknya adalah biaya pokok produksi akan meningkat. Disisi lain, beban kompensasi kepada PLN pastinya akan meningkat," ungkapnya. [tum]