Konsumenlistrik.WahanaNews.co | Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan duduk perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan PT PLN bekerja sama dengan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) dan 14 penyedia pengadaan tower lainnya akan menggarap 9.085 set tower pada 2016. Proyek itu memiliki anggaran pekerjaan sebesar Rp2,5 triliun.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Namun, dalam proses pengadaannya, ditemukan sejumlah unsur perbuatan melawan hukum yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara. Ketut menyebutkan beberapa unsur itu adalah tidak adanya dokumen perencanaan pengadaan.
Pihak pelaksana justru menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Berdasarkan aturan, mestinya pihak pelaksana menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016.
"Namun, pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," kata Ketut dalam keterangan pers, Selasa (26/7).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Sepanjang pengadaan proyek tower, PLN diduga selalu mengakomodasi permintaan dari ASPATINDO, sehingga dianggap memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Adaapun Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.
Setelahnya, PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang bergabung dalam ASPATINDO melakukan pekerjaan dalam periode kontrak Oktober 2016-Oktober 2017. Realisasi pekerjaan itu mencapai 30 persen.
Setelah periode kontrak berakhir, penyedia tower masih mengerjakan proyek selama November 2017-Mei 2018 tanpa ada legal standing.
"Yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan adendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun," ujar Ketut.
Ketut melanjutkan, penyidik menduga PLN dan penyedia tower juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower. Mereka pun melakukan perpanjangan waktu pengerjaan sampai dengan Maret 2019 karena pekerjaan belum selesai.
"Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum," katanya.
Dalam penyidikan kasus ini, Kejagung telah memeriksa tiga pejabat PT PLN Persero pada Senin (25/7).
Ketiga orang itu adalah MD selaku General Manager Pusmankom, C Kepala Divisi SCM tahun 2016, serta NI Kepala Divisi SCM tahun 2021. [tum]