Konsumenlistrik.WahanaNews.co | Ronald Furima berjalan menuju kabel listrik yang membentang di depan rumah saat matahari sedang terik-teriknya.
Melansir dari CNNIndonesia.com Dengan santai, ia mengangkat karpet yang sudah kering di atas kabel itu dan menggantinya dengan jemuran baru, sebuah celana berwarna biru.
Baca Juga:
Gawat, Kabel PLN Hanya Satu Meter dari Tanah di Kecamatan Halongonan, Paluta: Ancaman bagi Masyarakat
Bagi Ronald, kabel listrik di Papua sudah seperti tali tambang jemuran. Ia tak pernah khawatir tersengat karena kabel itu tak pernah dialiri listrik sekalipun.
"Kabel di sini digunakan untuk jemur pakaian karena tidak berfungsi. Daripada tidak berfungsi, dipakai jemuran pakaian saja," kata Ronald di depan rumahnya, Distrik Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Kamis (17/3).
Tidak hanya di depan rumah Ronald, puluhan kabel dan tiang listrik juga dipasang di setiap Kampung di Distrik Arguni Bawah.
Baca Juga:
Takut Membahayakan, Warga Keluhkan Kabel Kendor-Tiang Miring Milik PLN di Taput
Pria berusia 32 tahun itu bercerita kabel dan tiang listrik di depan rumah sudah dipasang sejak 2019 lalu. Hal itu bagian dari program pemerintah yaitu 'Ekspedisi Papua Terang' atau EPT.
Namun apa? Distrik Arguni Bawah masih gelap gulita saat malam hari.
"Lampu belum jalan dari pertama sampai hari ini juga. Sudah tiga tahun. Tiang-tiang listrik tinggal begini saja, tidak dipakai," ujar Ronald.
Padahal, ia sempat kegirangan ketika kabel dan tiang listrik dipasang di kampungnya. Tapi apa daya, harapan itu perlahan luntur karena listrik yang ia tunggu-tunggu tak kunjung mengalir.
Situasi ini menjadi beban bagi Ronald dan keluarga. Sebab, keempat anaknya yang masih duduk di bangku sekolah memerlukan cahaya lampu untuk belajar saat malam hari.
"Saya punya anak ada empat. Sudah sekolah. Susah semua untuk belajar," kata Ronald.
Ronald menuturkan warga Distrik Arguni Bawah mengandalkan listrik dari genset selama ini.
"Di sini kami pakai listrik kampung saja, genset saja. Tidak pakai dari program Papua Terang," ucap dia.
Roland berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan kondisi yang dialami oleh warga Distrik Arguni Bawah. Dengan demikian, warga dapat beraktivitas dengan nyaman.
Ia juga ingin kabel dan tiang-tiang listrik yang bertengger di kampungnya berfungsi sebagaimana mestinya, bukan jadi jemuran baju.
"Kalau bisa pemerintah bisa perhatikan ini supaya masyarakat bisa tidur, bisa terang, anak-anak kami bisa sekolah untuk belajar. Istilahnya orang kampung gelap, makanya anak anak kurang belajar," keluh Ronald.
Program Papua Terang
PT PLN (Persero) meluncurkan program EPT pada Juli 2018 lalu. Program itu bertujuan meningkatkan elektrifikasi di Papua dan Papua Barat.
Tahun pertama, PLN menargetkan dapat mengalirkan listrik ke 1.200 desa di kawasan Papua. BUMN itu cukup percaya diri bahwa targetnya akan tercapai, paling tidak 95 persen.
Sementara, Bupati Kaimana Freddy Thie mengatakan baru 36 kampung yang sudah dipasang tiang dan kabel sampai akhir 2021. Namun, dari jumlah itu, hanya 17 yang sudah dialiri listrik.
Ia mengatakan masih ada 40 kampung di Kaimana yang belum dipasangi kabel dan tiang. Freddy berharap pembangunan di 40 kampung itu dapat rampung paling lama 2024.
Petugas PLN wilayah Papua Fandi Asman menuturkan rasio elektrifikasi Papua dan Papua Barat telah mencapai 96,84 persen. Sementara, rasio desa berlistrik Papua dan Papua Barat berada di angka 96,79 persen.
Pada 2022, Fandi menyebut prioritas PLN adalah menuntaskan desa dengan status belum berlistrik sebanyak 427 desa. Namun, baru 191 desa yang berhasil mendapatkan aliran listrik sampai akhir Maret 2021.
"Masih menyisakan 236 desa pada 2022," ujar Fandi.
Fandi mengaku pihaknya kesulitan dalam melistriki desa-desa di Papua dan Papua Barat. Salah satunya karena kondisi geografis.
"Lokasi desa dengan aksesibilitas sulit di daerah 3T yang seringkali hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki, udara atau menggunakan perahu," ucap Fandi.
Untuk menyiasatinya, PLN mengklaim telah melakukan terobosan dengan menyediakan teknologi yang lebih sederhana dalam proses pendistribusian alat, terutama di daerah terpencil.
"Seperti program PV SPEL (Stasiun Pengisian Energi Listrik berbasis PV module) dengan alat pengisian daya listrik atau tabung listrik berbasis energi surya yang saat ini sudah digunakan di 81 desa di Papua dan Papua Barat," jelas dia.
Mencoba beralih ke EBT
Selain itu, Fandi mengatakan moratorium pengadaan mesin diesel untuk pembangkit oleh pemerintah pada 2018-2019 juga menjadi alasan masih sedikit kampung yang menikmati listrik.
Pasalnya, PLN semula berencana akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) untuk melistriki lokasi tersebut. Namun, moratorium itu, PLN melakukan penyesuaian kebijakan kembali dan beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Progresnya pada tahun ini kami berencana akan membangun 48 PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) kapasitas antara 10-120 kWp untuk melistriki 71 desa dengan fokus menuntaskan desa yang telah dibangun jaringan isolated tegangan rendah," jelas Fandi.
Sementara untuk desa yang telah dibangun jaringan listrik tegangan menengah, PLN sudah memasukkan dalam rencana anggaran 2022 untuk pembangunan Power House.
"Sarana pembangkitan dan relokasi mesin di tujuh lokasi untuk melistriki 16 Desa, termasuk beberapa desa di Distrik Arguni Bawah," tutup Fandi. [tum]