KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membangun empat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menuai apresiasi dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), KRT Tohom Purba.
Menurutnya, langkah ini bukan hanya solusi terhadap masalah sampah dan energi, tetapi juga menjadi terobosan cerdas dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Baca Juga:
Menaker Dukung Kepemimpinan Darmawan Prasodjo, ALPERKLINAS Apresiasi Sinergi PLN dan Serikat Pekerja Lindungi Hak Buruh
"Jakarta menunjukkan bahwa masalah klasik seperti sampah bisa diubah menjadi kekuatan ekonomi dan energi melalui pendekatan teknologi," ujar Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, Selasa (24/6/2025).
Tohom menilai, inisiatif ini sangat layak menjadi rujukan bagi daerah-daerah lain di Indonesia yang menghadapi tekanan serupa dalam pengelolaan sampah.
Ia memuji keputusan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak lagi mengandalkan skema tipping fee dan menjual listrik langsung ke PLN sebagai pendekatan yang efisien dan realistis secara bisnis.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Sebut Program Listrik Desa (Prolisdes) Harus Diutamakan Demi Rasa Keadilan Masyarakat
"Keputusan untuk melepas ketergantungan pada insentif tipping fee menunjukkan bahwa teknologi PLTSa kita sudah siap. Ini bukan sekadar solusi lingkungan, tapi juga menciptakan sumber pendapatan daerah yang konkret dan berkelanjutan," jelas Tohom.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan regulasi seperti Peraturan Presiden (Perpres) yang tengah dinantikan Pemprov DKI untuk mengawali proyek tersebut.
Menurut Tohom, percepatan terbitnya payung hukum ini menjadi krusial agar proyek tidak terhambat oleh birokrasi.
"Regulasi jangan sampai jadi penghalang. Justru harus menjadi akselerator agar inovasi daerah bisa segera diwujudkan," tambahnya.
Lebih jauh, Tohom menyoroti potensi besar dari proyek ini sebagai model sinergi antara sektor energi, pengelolaan lingkungan, dan pembangunan infrastruktur.
Apalagi dengan pendapatan dari listrik yang dihasilkan, proyek besar seperti pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall) bisa dibiayai secara mandiri oleh daerah.
"Dalam satu kebijakan, Jakarta menyelesaikan tiga masalah: sampah, kebutuhan listrik, dan pembiayaan infrastruktur. Ini yang disebut sebagai kebijakan berorientasi masa depan," ujarnya.
Tohom yang juga Pengurus Fisuel Internasional Kawasan Asia-Pasifik ini menambahkan, apa yang dilakukan Jakarta sudah sejalan dengan tren global dalam pemanfaatan limbah menjadi energi.
Menurutnya, negara-negara maju di Asia seperti Singapura dan Tiongkok telah lebih dahulu menerapkan pendekatan ini dan membuktikan keberhasilannya.
"Sudah saatnya Indonesia menyusul. Jakarta telah mengambil langkah awal yang berani dan rasional. Sekarang tinggal komitmen politik dan dukungan publik untuk mengawal pelaksanaannya," tegasnya.
Tohom pun mengingatkan pentingnya transparansi dalam pelaksanaan proyek ini agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat, terutama dalam bentuk tarif listrik yang wajar dan pengelolaan limbah yang tidak menimbulkan dampak baru bagi lingkungan.
"Saya yakin jika dilaksanakan secara bersih dan profesional, PLTSa ini akan menjadi simbol peradaban baru dalam pengelolaan kota," tandas Tohom.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyampaikan bahwa proyek pembangunan empat PLTSa ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden dan menjadi bagian dari solusi jangka panjang pengelolaan sampah serta penyediaan energi bersih.
Ia memastikan, listrik yang dihasilkan akan disalurkan ke PLN tanpa skema tipping fee karena teknologi yang digunakan sudah efisien.
“Maka persoalan sampah selesai, persoalan listriknya terpenuhi, pencemarannya juga akan berkurang banyak, dan itu kemudian kan ada revenue buat Jakarta,” ujar Pramono saat ditemui di Balai Kota.
Menurutnya, pendapatan dari penjualan listrik tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur strategis seperti giant sea wall.
[Redaktur: Mega Puspita]