KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menyampaikan apresiasi atas komitmen Asia Zero Emission Community (AZEC) dalam mendukung pembiayaan pembangunan proyek-proyek energi bersih di Indonesia, khususnya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Muara Laboh Unit 2 di Solok, Sumatera Barat.
Komitmen ini dinilai sebagai langkah konkret yang akan mendorong percepatan transisi energi nasional menuju masa depan rendah emisi karbon.
Baca Juga:
Selandia Baru Berkomitmen 25 Juta Dolar AS untuk Transisi Energi Hijau
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa dukungan AZEC merupakan bentuk kemitraan internasional yang strategis dan bermanfaat langsung bagi konsumen listrik dalam jangka panjang.
“Ketika pendanaan energi bersih ditopang oleh lembaga-lembaga internasional yang kredibel, seperti AZEC, maka konsumen di Indonesia akan turut menikmati dampaknya dalam bentuk tarif yang lebih stabil, ketahanan pasokan, dan perlindungan lingkungan,” ujar Tohom, Kamis (8/5/2025).
Tohom menilai langkah AZEC dalam menyuntikkan dana hingga hampir US$500 juta untuk proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia sebagai bukti kepercayaan terhadap arah kebijakan transisi energi nasional.
Baca Juga:
Gubernur Rusdy Mastura mendampingi Presiden Jokowi Meresmikan 4 Bandara
Ia menyoroti pentingnya keberlanjutan investasi ini dengan tetap memperhatikan aspek transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam implementasinya.
“Kami akan terus mengawal proses transisi ini agar tetap berpihak kepada rakyat. Jangan sampai investasi besar ini justru menjadi beban fiskal atau membuka celah kolusi di lapangan,” tegasnya.
Tohom juga menyoroti bahwa proyek PLTP seperti di Muara Laboh seharusnya dijadikan model pembelajaran untuk pembiayaan proyek-proyek serupa di daerah lain yang kaya potensi geotermal.
Ia menilai pembangunan infrastruktur energi hijau harus bersifat merata dan tidak hanya berpusat di Pulau Jawa.
“Toh, energi panas bumi ini tersebar luas di luar Jawa. Maka pendekatan desentralisasi proyek menjadi penting, agar manfaatnya juga dirasakan masyarakat lokal, baik dari segi pekerjaan maupun akses listrik berkelanjutan,” imbuhnya.
Tohom yang juga Mantan Ketua FAKTA (Front Anti Kolusi Tanah Air) Sumatera Utara, mengingatkan bahwa proyek-proyek energi berskala besar sangat rawan dikapitalisasi oleh segelintir orang.
Ia mengungkapkan pentingnya pelibatan publik secara aktif serta pengawasan independen agar proyek ini tetap berpijak pada prinsip keberlanjutan, keterbukaan, dan kepentingan masyarakat luas.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa proyek PLTP Muara Laboh Unit 2 merupakan bagian dari kerja sama strategis antara Indonesia dan Jepang melalui platform AZEC.
Proyek ini didukung oleh Sumitomo Corporation, Inpex, dan Supreme Energy melalui joint venture PT Supreme Energy Muara Laboh, dengan kapasitas mencapai 88 megawatt (MW).
AZEC disebut telah mengalokasikan dana sebesar US$35–40 miliar untuk mendukung berbagai proyek energi terbarukan di Asia, termasuk Indonesia.
Selain PLTP Muara Laboh, proyek lain yang turut masuk dalam skema pembiayaan ini antara lain PLTSa Legok Nangka, PLTP Sarula, dan proyek jaringan transmisi Jawa-Sumatera.
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyebut pembiayaan untuk unit kedua PLTP Muara Laboh mencapai US$370 juta, dengan kontribusi dari Asian Development Bank (ADB) sebesar US$92,6 juta.
[Redaktur: Mega Puspita]