Ia menjelaskan sejumlah potensi bahaya yang perlu diwaspadai misalnya area tegangan DC tinggi (600 volt) yang dapat berakibat fatal, adanya opening atau cracking (retak isolator kabel tegangan tinggi) yang disebabkan adanya antara lain fretting (gesekan), radius yang tajam, penuaan (aging), dan terkelupas.
Kemudian, terjadinya short circuit akibat fibration kendaraan, benturan ataupun hal-hal lainnya, lingkungan tropis yang cenderung lembab, panas, berdebu sehingga dapat mengganggu fungsi-fungsi elektronik.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Ia menegaskan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan harus benar-benar dipastikan memenuhi aspek keselamatan, keamanan, dan juga sehat.
"Hanya personel terlatih yang disarankan untuk menangani keadaan tersebut. Team tanggap darurat harus selalu standby selama kendaraan listrik beroperasi agar selalu dilakukan evaluasi, khususnya mengenai bahaya, kesulitan, serta mitigasi dan perbaikan SOP yang ada," katanya.
Terkait pemenuhan energi bersih untuk kendaraan listrik, Soerjanto menambahkan, harus ada yang menghitung total energi dan karbon dari saat batubara ditambang dengan alat berat sampai dengan menghasilkan listrik sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
"Itu semua harus dihitung dan dicatat, kita laporkan berapa status karbon Indonesia setelah menggunakan EV. Ini bagian yang juga penting dalam penerapan EV," ujarnya. [jat]