Energynews.id | Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal September 2022. Langkah tersebut dilakukan untuk menjaga APBN dari tekanan berat meroketnya harga minyak dunia akibat perang Rusia-Ukraina dan kenaikan suku bunga oleh The Fed AS.
Pengamat isu strategis dan politik internasional Prof Imron Cotan mengatakan, krisis BBM saat ini perlu dimanfaatkan untuk melakukan migrasi ke energi baru terbarukan (EBT). Tujuannya agar Indonesia terbebas dari energi fosil dan fluktuasi harganya di pasar internasional.
Baca Juga:
Pjs Wali Kota Bukittinggi Bahas Progres Program RTLH 2024 di Balaikota
Dengan demikian, kata Imron, terjadi pengurangan beban konsumsi BBM fosil, sehingga mengurangi tekanan terhadap APBN. Sehingga keinginan pemerintah merealisasikan kendaraan bahan bakar listrik atau energi lain memang patut didukung.
"Akhirnya nanti APBN memang semata-mata berfungsi sebagai alat menyejahterakan masyarakat karena tidak lagi terbebani oleh pemborosan subsidi," ucap Imron dalam webinar nasional bertemakan 'Langkah Penyelamatan APBN: Perlu atau Tidak' di Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Eks Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyampaikan, tahun 2022 belanja sosial khusus disalurkan melalui Kementerian Sosial, karena terjadinya peralihan dari subsidi produk ke bansos langsung. Dia menekankan, subsidi bukan bagian belanja kementerian/lembaga (K/L).
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Dukung Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, Jadi Lumbung Pangan Utama
"Tapi kalau belanja sosial memang harus diletakkan di K/L yang dalam hal ini yang mengurusi masalah-masalah sosial, yaitu Kemensos. APBN jadi lebih sehat kalau tidak terlalu tergantung pada subsidi harga komoditas. Kelemahan subsidi komoditas adalah tidak adanya kepastian harga di pasar global," ujar Bambang.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menyambut positif program bansos di tengah lonjakan harga minyak dunia yang meleset dari prediksi pemerintah. Pasalnya, pemerintah harus menjaga ketahanan ekonomi masyarakatnya setidaknya enam bulan ke depan.
Politikus reformasi fahri Hamzah mengimbau sebaiknya ke depan mulai serius dibenahi pola komunikasi publik dan kebijakan pemerintah, sehingga menghilangkan distorsi informasi termasuk terkait dengan penyelamatan APBN. Distorsi tersebut telah membuka peluang bagi kelompok kepentingan untuk mengeksploitasinya.