“Terkait dana yang bukan prioritas sendiri harus K/L sendiri yang menentukan. Mereka sendiri yang harus menentukan mana yang tetap dibelanjakan dan mana yang mungkin bisa ditunda,” jelas Sri Mulyani.
Adapun, dalam surat edaran tersebut, memiliki kriteria diantaranya, sumber dana rupiah murni (RM), di luar belanja pegawai dan belanja operasional, di luar belanja anggaran Pendidikan, dan di luar belanja Perlinsos Penerima Bantuan Iuran (PBI), bansos PKH, bansos kartu sembako (program untuk melindungi masyarakat miskin).
Baca Juga:
Faisal Basri Ekonom Senior Meninggal Dunia
Kemudian, dapat mencakup belanja barang non operasional yang belum dilakukan penandatanganan kontrak per tanggal 25 Mei 2022, dan juga dapat mencakup belanja modal yang belum dilakukan penandatanganan kontrak per 25 Mei 2022.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) menambahkan, meningkatnya harga berbagai barang konsumsi, dan tren kenaikan inflasi secara global perlu diantisipasi karena akan berisiko kerugian yang dapat mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional.
“Antisipasi dilakukan dengan memaksimalkan fungsi APBN sebagai stabilizer, antara lain dengan menyediakan tambahan anggaran yang cukup untuk tambahan kebutuhan subsidi, kompensasi dan belanja bantuan sosial,” jelasnya.
Baca Juga:
Kemenkeu Apresiasi Pemanfaatan Dana Desa di Sumedang
Sehingga, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menambah pencadangan anggaran yang diambil dari belanja K/L yang belum direalisasikan/dikontrakkan sebesar Rp 24,5 triliun.
Tambahan cadangan automatic adjustment ini juga, akan digunakan bila terjadi peningkatan kebutuhan subsidi/kompensasi/bansos dan tambahan pagu anggaran tidak cukup.
“Besaran cadangan automatic adjustment akan disesuaikan dengan kebutuhan belanja dan kinerja pendapatan negara,” jelas Puspa. [jat]