WahanaListrik.com | Pemerintah punya rencana untuk memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara secara alami dan digantikan dengan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
Akan tetapi, rencana pemensiunan PLTU ini ternyata berdampak pada keuangan PT PLN (Persero) sekitar US$ 38 miliar atau sekitar 540 triliun (asumsi kurs Rp 14.220 per US$).
Baca Juga:
Dirut PLN Kunjungi PLTU Paiton, Pastikan Pasokan Listrik Aman Jelang Idul Fitri
Angka ini berdasarkan data yang dipaparkan oleh Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif dalam 'Indonesia Energy and Coal Business Summit', Kamis (18/11/2021).
Disebutkan dampak finansial ini dikarenakan berdasarkan revaluasi aset PLN pada akhir 2015, usia PLTU PLN yang telah beroperasi pada waktu itu diperpanjang 30-40 tahun, sehingga natural pemensiunan adalah seharusnya pada 2046-2056.
"Dalam skema phase out PLTU batu bara terdapat dampak finansial bagi PLN sekitar US$ 38 miliar, karena berdasarkan revaluasi aset PLN pada akhir 2015, usia PLTU PLN yang telah beroperasi pada waktu itu diperpanjang 30-40 tahun, sehingga natural retirement-nya adalah pada 2046-2056," bunyi bahan pemaparan Irwandy tersebut.
Baca Juga:
Pensiun Dini PLTU Pelabuhan Ratu Ada Ditangan Pemerintah
Dia pun menjelaskan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rencana pemensiunan PLTU, antara lain payung hukum berupa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, sehingga implementasi phasing out dapat dilaksanakan oleh badan usaha dan berkesinambungan hingga selesai.
"Phasing out PLTU PLN sebelum 2030 perlu dikaji lebih lanjut karena terdapat isu revaluasi aset PLN."
PLTU yang dioperasikan pengembang listrik swasta (Independent Power Producers/ IPP) hanya beroperasi samapi dengan akhirnya perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/ PPA) dan tidak dapat diperpanjang. Begitu juga dengan PLTU di wilayah usaha non-PLN dan PLTU untuk kepentingan sendiri juga disarankan untuk harus ikut program pemensiunan PLTU ini.
Pemerintah juga tidak mengizinkan penambahan PLTU baru, kecuali yang telah terkontrak atau konstruksi, berlaku bagi semua wilayah usaha dan pembangkit untuk kepentingan sendiri.
"Perlu blokir perizinan PLTU di sistem OSS."
Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics Indonesia 2020, kapasitas terpasang PLTU RI pada 2020 tercatat mencapai 36,67 Giga Watt (GW).
Dalam rencana pemensiunan PLTU batu bara RI ini, kapasitas PLTU terpasang sejak 2021 hingga 2030 diperkirakan masih akan mengalami peningkatan karena akan mulai beroperasinya beberapa PLTU baru yang kini dalam tahap konstruksi, terutama dari program PLTU 35 GW.
Pada 2021 kapasitas PLTU batu bara diperkirakan mencapai 39 Giga Watt (GW) dan pada 2030 diperkirakan melonjak menjadi 48 GW. Namun mulai 2031 diperkirakan mengalami penurunan tipis 1 GW.
Berdasarkan data yang dipaparkannya, kapasitas PLTU batu bara pada 2022 diperkirakan naik menjadi 42 GW, lalu naik lagi pada 2023 menjadi 43 GW, lalu pada 2024 kapasitas terpasang masih sama, dan meningkat pada 2025 menjadi 45 GW.
Kemudian, pada 2026 hingga 2030 kapasitas PLTU terpasang diperkirakan naik menjadi 48 GW. Namun, mulai 2031 diperkirakan mengalami penurunan menjadi 47 GW. Hingga 2037 diperkirakan kapasitas PLTU masih tetap sebesar 47 GW.
Setelah itu, pada 2038 diperkirakan turun lagi menjadi 46 GW hingga 2040. Setelah itu, pada 2041 turun menjadi 43 GW, lalu 2042 menjadi 42 GW, 2043 40 GW, 2044-2045 38 GW, dan mengalami penurunan signifikan pada 2046 di mana kapasitas PLTU ditargetkan tinggal 24 GW, lalu terus turun hingga pada 2050 kapasitas hanya tinggal 14 GW dan pada akhirnya mulai 2056 kapasitas terpasang PLTU hanya 1 GW dan setelah kurang dari 1 GW.
Irwandy Arif mengatakan, setelah 2051, pada 2054 sisa Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) yang operasi kurang dari 1 GW.
Kemudian, pada 2057 sisa PLTU yang beroperasi akan kurang dari 1 GW. Lalu, pada 2060 bauran EBT akan mencapai 100% didominasi dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Hidro, dan Bioenergi.
"Pada 2060 semua dari pembangkit EBT didukung Energy Storage System (ESS), dan hidrogen," ungkapnya. [Tio]