PLNWatch.WahanaNews.co | PLN terus mengoptimalkan upaya peralihan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi energi baru dan terbarukan (EBT) seiring dengan potensi lebarnya ongkos produksi akibat reli kenaikan harga minyak mentah dunia sejak awal tahun ini.
Vice President Komunikasi Korporat PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan perseroan melakukan konversi pembangkit lewat peralihan menjadi pembangkit EBT, penggantian PLTD eksisting dengan pembangkit gas dan penggantian PLTD dengan melakukan koneksi sistem-sistem isolated ke GRID PLN.
Baca Juga:
Proliga 2024 Seri Palembang Siap Digelar, Begini Cara Dapatkan Tiket di Aplikasi PLN Mobile
“Untuk konversi PLTD ke pembangkit EBT tersebut akan dilaksanakan secara bertahap. Pada tahap pertama dilakukan pada PLTD dengan total kapasitas 212 Megawatt [MW] yang akan di-hybrid dengan pembangkit listrik tenaga surya [PLTS] dan baterai sehingga sistem setempat dapat beroperasi selama 24 jam,” kata Greg kepada media, Selasa (12/7/2022).
Total kapasitas terpasang PLTS di tahap pertama ini dapat mencapai sekitar 350 MW sehingga bisa berkontribusi dalam peningkatan bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit EBT secara nasional.
Selanjutnya pada tahap kedua, Greg menambahkan, PLN akan melakukan konversi PLTD sisanya dengan kapasitas sekitar 287 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan potensi sumber daya alam yang tersedia daerah setempat dan juga pertimbangan keekonomian yang terbaik.
Baca Juga:
Akhirnya, 33 Dusun Terpencil Sulawesi Selatan Dilistriki PLN, Menyala 24 Jam!
Dia menambahkan perseroan juga akan melakukan konversi dengan melakukan penggantian PLTD dengan pembangkit gas dan juga lewat interkoneksi sistem-sistem isolated yang selama ini ditopang PLTD menjadi terkoneksi ke grid.
“Pelaksanaan pengadaan sebagian program telah mulai dilaksanakan dan akan beroperasi bertahap guna mendukung peningkatan bauran EBT nasional,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo membeberkan biaya pokok produksi atau BPP listrik berbasis diesel sempat menyentuh di angka Rp 23 triliun saat rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP menetapkan harga minyak mentah Indonesia atau ICP sebesar US$63 per barel.