WahanaNews-Konsumenlistrik | Untuk mengolah sampah kota DKI Jakarta menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP), PT PLN (Persero) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) menandatangani Kesepakatan Bersama (KB) di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Lewat kerja sama ini persoalan sampah di Jakarta di harapkan bisa berkurang dan PLN mendapatkan kepastian pasokan biomassa untuk teknologi _co-firing_ di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
BBJP adalah pengolahan sampah yang melalui proses treatment, pencacahan sehingga menjadi _Refuse Derived Fuel_ atau (RDF) yang digunakan sebagai pengganti sebagian batu bara di PLTU.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono menjelaskan Pemprov DKI Jakarta memiliki target utama untuk mengurangi sampah kota. Kerja sama dengan PLN ini menjadi gayung bersambut untuk Pemprov DKI menyelesaikan persoalan sampah kota.
"Melalui kerja sama ini, Pemprov DKI dan PLN bersama-sama menuntaskan persoalan sampah. Dengan dukungan PLN, permasalahan sampah Jakarta yang terus menerus ada sedikit demi sedikit bisa kita selesaikan bersama," ujar Heru.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Heru menjelaskan dalam melakukan pengelolaan sampah di Jakarta, Pemprov DKI juga dituntut untuk melakukan strategi yang efisien. Lewat kerja sama ini Pemprov DKI mampu menekan biaya operasional pengelolaan sampah dan justru menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.
"Dalam penyelesaian sampah ini kita harus efisien dan mengurangi biaya. Dengan kerja sama ini mampu mengurangi beban biaya untuk proses pengolahan sampahnya," kata Heru.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan untuk bisa mengurangi emisi karbon, PLN melakukan substitusi batu bara di PLTU dengan biomassa atau disebut teknologi _co-firing_. Pemanfaatan sampah menjadi bahan baku _co-firing_ ini juga merupakan salah satu inisiatif strategis PLN untuk mengejar target bauran energi.
"Kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk membangun rantai pasok energi bersih. Apalagi BBJP ini berbasis sampah. Sehingga selain kami mendapatkan kepastian pasokan biomassa untuk PLTU, Pemprov DKI Jakarta juga bisa menyelesaikan persoalan sampah kota," ujar Darmawan.
Darmawan menjelaskan dalam memproduksi 1 ton BBJP diperlukan 3 ton sampah. Dalam satu hari, PLN membutuhkan 1.000 ton BBJP, sehingga Pemprov DKI bisa mengolah 3.000 ton sampah setiap harinya. Nantinya biomassa yang berasal dari sampah ini digunakan untuk memasok kebutuhan di PLTU Lontar, Suralaya, Labuan, Pelabuhan Ratu dan Indramayu.
Tak hanya mengurangi volume sampah yang tertimbun, lewat pengelolaan sampah jadi BBJP ini PLN dan Pemprov DKI bisa mengurangi emisi karbon. Sebab, sampah yang berada di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) mengeluarkan emisi tersendiri. Sedangkan ketika diubah menjadi biomassa _co-firing_, justru sampah berperan dalam mengurangi emisi karbon di PLTU.
"Nah, kita bandingkan 1 kwh listrik dari batu bara emisinya 1000 gram per kwh, kalau dari BBJP emisinya nol. Sebab ini merupakan teknologi daur ulang, andaikan tidak di daur ulangpun emisi sampah akan dilepas ke atmosfer. Jadi lebih baik kita jadikan biomassa yang bisa menekan emisi karbon di PLTU," jelas Darmawan.
Sepanjang tahun 2022 kemarin, PLN mampu menekan emisi karbon hingga 580 ribu ton lewat teknologi _co-firing_ ini. Pada tahun ini PLN menargetkan pengurangan emisi hingga 860 ribu ton dan 10 juta ton pengurangan emisi pada tahun 2030 mendatang.
Kerja sama dengan Pemprov DKI bukanlah upaya pertama PLN dalam memastikan pasokan biomassa. Sebelumnya, PLN juga sudah melakukan kerja sama dengan 12 Pemda maupun Pemprov di tanah air. PLN juga bersinergi dengan BUMN lain untuk menjamin pasokan biomassa.
“Saat ini PLN telah menerapkan teknologi _co-firing_ di 37 PLTU dan di targetkan pada tahun ini sebanyak 42 PLTU. Untuk itu, PLN membutuhkan pasokan biomassa sebanyak 1 juta ton pada 2023. Hingga 2025, PLN akan menerapkan teknologi ini di 52 PLTU dengan kebutuhan pasokan biomassa mencapai 10 juta ton. Oleh karena itu, kami terbuka dengan peluang kerja sama seluas-luasnya,” pungkas Darmawan.
[Redaktur: Alpredo]