Konsumenlistrik.com | Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membongkar kenapa batu bara untuk kebutuhan listrik PT PLN (Persero) mengalami krisis.
Hal itu karena hanya 15% produsen batu bara yang mematuhi kewajiban pasokan dalam negeri 25%.
Baca Juga:
Perang India-Pakistan Meletus, Ekspor Batu Bara RI Terancam Anjlok
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyampaikan fakta bahwa dari 634 perusahaan batu bara yang memiliki kewajiban memasok batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) hanya 15% perusahaan yang memenuhi DMO sebanyak 100%.
"Fakta 2021 dari 634 perusahaan batu bara hanya 15% yang memenuhi DMO 100%. Jadi ini dari sisi ini harus sama sama memeprbaiki diri. Sama juga yang ekspor ketika tadi diusung kepentingan ekspor kita di luar negeri," ungkap Ridwan, Selasa Malam (11/1/2022).
Dengan adanya problem yang membuat pasokan batu bara PLN krisis, ke depan, kata Ridwan, PLN disarankan untuk melakukan kontrak jangka panjang kepada produsen batu bara tersebut. Selain itu PLN juga perlu memperbaiki mekanisme bisnis supaya lebih menarik dan pemerintah akan memantau kewajiban DMO ini dalam bulanan.
Baca Juga:
Ditangkap karena Kasus Suap PPPK, Zahir Tetap Daftarkan Diri di Pilkada Batu Bara
"Yang terjadi selama ini kan tahunan, sekarang akan bulanan jadi ketika akhir bulan tidak penuhi pasokan DMO-nya ya good bye tidak boleh ekspor sampai memenuhi," ungkap Ridwan.
Atas terjadinya krisis batu bara di PLN, Kementerian ESDM mengeluarkan surat pelarangan ekspor batu bara dari 31 Desember 2021 sampai 31 Januari 2022, baik kepada IUP, IUPK maupun PKP2B.
Sampai hari ini pelarangan ekspor belum dicabut. "Masih berlaku sampai 31 Januari 2022, jadi ini belum ada keputusan (dicabut larangan ekspornya). Masih akan dievaluasi oleh para Menteri pada rapat yang setahu saya direncanakan besok (hari Rabu ini)," terang terang Ridwan.
Yang terang sampai sekarang, volume suplai batu bara untuk pembangkit listrik milik PLN sudah mengalami perbaikan. Yang semula dikhawatirkan akan memadamkan 17 atau 20 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 10 Giga Watt (GW).
"Sekarang rata-rata sudah dapat dicapai mendekati 15 HOP (Hari Operasi). Jadi sudah mendekat ke sana, efektifitas kewajiban kontrak-kontrak mitra dengan PLN kurang lebih sekarang sudah di atas 60% - 80%-an," terang Ridwan.
Yang terang, sampai hari terakhir ini, kata Ridwan, laporan dari PLN atas kesediaan pasokan batu bara masih sangat dinamis, yang penting secara volume sudah memadai.
"Yang kita tunggu sekarang adalah ketersampaian batu bara ke PLTU-nya. Kapal tongkang sudah diatur sudah ada lokasinya tapi belum bergerak kapalnya," ungkap Ridwan.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mencatat, pada akhir Desember saat adanya pelarangan ekspor dan penugasan suplai batu bara dari pemerintah, PLN mencatat ada suplai 2,9 juta ton, kemudian ditambah pada 6 Januari mencapai 3,4 juta ton. Lalu, pada 9 Januari ditambah lagi 2,1 juta ton yang saat ini tambahan tersebut sudah kita lakukan pengamanan sehingga ada peningkatan volume pengiriman batu bara yang bisa meminimalisasi risiko pemadaman dalam jangka pendek.
"Alhamdulillah dengan adanya stop ekspor ini kami mendapat tambahan batu bara di bulan ini yang biasanya hanya sekitar 10,7 juta ton, sekarang ditambah 16,2 juta ton," ungkap dia, Selasa malam (11/1/2022).
Darmawan memastikan, dalam jangka waktu yang pendek ini, kebutuhan untuk memenuhi ideal hari operasi (HOP) untuk kebutuhan batu bara selama 15 hari bisa tercapai dan minimum HOP 20 hari bisa dilalui dengan adanya penugasan suplai batu bara tersebut.
Seperti yang diketahui, sebelumnya, pihak PLN mengatakan untuk mengejar ideal minimal 20 HOP, PLN membutuhkan batu bara sebanyak 20 juta ton. Itu artinya masih ada kekurangan pasokan 2,8 juta ton batu bara lagi.
"Untuk memastikan ini tidak terjadi lagi di masa lalu, akan ada rapat kordinasi bulanan. Saat ini dari menteri ESDM sudah arahkan hitung-hitungan DMO yang tadinya tahunan menjadi di review bulanan. Artinya pada saat bulan tersebut apabila volume tidak terpenuhi langsung pada akhir bulan langkah koreksi dilakukan," ungkap Darmawan. [tum]