KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) merespons keputusan pemerintah yang tidak lagi memberikan diskon tarif listrik pada tahun 2025.
Organisasi ini menilai kebijakan tersebut berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok rumah tangga kecil yang masih memulihkan kondisi ekonomi pascapandemi dan tekanan inflasi pangan.
Baca Juga:
Demi Keandalan Listrik, ALPERKLINAS Imbau Masyarakat Ikut Jaga Kelestarian Jaringan di Daerah Masing-masing
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan kembali skema insentif atau keringanan tarif listrik untuk tahun 2026 agar konsumsi masyarakat tetap terjaga.
Menurutnya, listrik bukan lagi kebutuhan penunjang, melainkan sudah menjadi komponen utama dalam pengeluaran rutin rumah tangga.
"Ketika tagihan listrik naik dan tidak ada keringanan, maka alokasi konsumsi untuk kebutuhan lain seperti bahan pokok, pendidikan anak, atau layanan transportasi akan semakin menyempit,” ujarnya, Kamis (16/10/2025).
Baca Juga:
Tingkatkan Keandalan Pasokan Listrik Masyarakat, PLN UP3 Bekasi Gelar Giat GKONS
Ia menambahkan, kebijakan diskon yang pernah diberlakukan pada awal 2025 terbukti efektif mendorong aktivitas ekonomi dan menjaga pergerakan belanja rumah tangga.
Lebih lanjut, ALPERKLINAS menilai insentif listrik juga berperan sebagai instrumen perlindungan konsumen terhadap fluktuasi harga kebutuhan pokok.
Dengan memberi ruang pengeluaran, masyarakat memiliki fleksibilitas untuk mengatur pembelanjaan tanpa terbebani kenaikan tarif energi.
“Pemberian diskon listrik bukan hanya soal bantuan langsung, tetapi juga bentuk kehadiran negara dalam memastikan akses energi tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat,” lanjutnya.
Tohom yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Perlindungan Hukum dan Konsumen Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini mengatakan bahwa keberlanjutan kebijakan perlindungan energi harus dijaga agar tidak menimbulkan kesenjangan konsumsi antarwilayah.
Ia menilai, pemerintah perlu mengumumkan lebih awal jika ada program pengganti agar masyarakat tidak berada dalam ketidakpastian.
“Jika diskon tidak diberikan lagi, maka pemerintah harus memastikan program pengganti benar-benar menyentuh kebutuhan langsung rumah tangga, bukan sekadar stimulus makro yang efeknya lambat dirasakan konsumen,” tegasnya.
ALPERKLINAS juga mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan organisasi perlindungan konsumen sebelum menetapkan skema tarif baru.
Hal ini penting agar kebijakan tidak hanya melihat sisi fiskal negara, tetapi juga realitas beban pengeluaran rumah tangga di lapangan.
“Suara konsumen harus dilibatkan sejak awal agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan resistensi publik dan bisa dieksekusi secara efektif,” tambahnya.
ALPERKLINAS menegaskan komitmennya untuk mengawal setiap kebijakan terkait tarif listrik dan perlindungan konsumen energi, serta meminta pemerintah untuk tetap menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama dalam penyusunan program energi nasional tahun 2026.
[Redaktur: Mega Puspita]