Energynews.id | Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyampaikan pihaknya memerlukan Rp 75 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 1.702,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS) untuk melakukan transisi energi.
Hal itu diungkapkannya dalam pertemuan Energy Transition Working Group (ETWG) 1 yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Kamis (24/3/2022).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Darmawan mengatakan, transisi dari energi berbasis fosil ke energi baru terbarukan (EBT) merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk menghadirkan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang.
PLN pun telah memetakan seluruh peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian emisi nol atau net zero emission (NZE). Mulai dari pengembangan pembangkit EBT, pengurangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hingga penerapan teknologi ramah lingkungan.
"PLN membutuhkan total 75 miliar dollar AS untuk melakukan transisi energi. PLN membuka peluang kerja sama baik dari sisi investasi, financial fund, maupun sharing teknologi untuk mewujudkan semua rencana tersebut," ujar Darmawan seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis (24/3/2022).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Ia menjelaskan, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, porsi pembangkit listrik berbasis EBT ditargetkan mencapai 29 gigawatt (GW) pada 2030. PLN bakal menambah pembangkit EBT baru hingga 20,9 GW untuk mencapai target itu. Khususnya,
PLN juga akan mendukung kawasan industri hijau melalui pembangkit EBT. “Pada 2021, kami sudah membangun pembangkit EBT sebesar 623 megawatt (MW) yang mayoritas adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),” katanya.
Menurut Darmawan, tahun ini PLN akan menambah kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 228 MW. Rinciannya, akan ada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang beroperasi sebesar 45 MW.
Sedangkan PLTA dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) akan bertambah 178 MW, serta pembangkit listrik tenaga bioenergi bertambah sebesar 5 MW.
Tak hanya menggencarkan pembangunan pembangkit EBT, PLN juga secara paralel menjalankan skenario mempensiunkan lebih awal (early retirement) PLTU secara bertahap hingga 2056 mendatang.
Tahap pertama, PLN akan mengurangi 5,5 GW PLTU hingga 2030 dan pada tahap kedua PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 GW pada 2040. Sedangkan pada 2050, PLN akan mengakhiri PLTU subcritical sebesar 18 GW dan supercritical 7 GW.
"Tahap terakhir pada tahun 2055, PLTU ultra-supercritical 10 GW dipensiunkan," ucap Darmawan.
Ia menegaskan, PLN menggantikan PLTU dengan pembangkit EBT. Peralihan pembangkit ini akan berkontribusi pada pengurangan emisi total sebesar 53 juta ton karbon dioksida.
Namun demikian, pengurangan emisi karbon tidak bisa menunggu seluruh PLTU pensiun. Maka, PLN dalam operasional PLTU juga menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Darmawan menjelaskan, PLN menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi.
Program co-firing ini merupakan upaya percepatan pencapaian target bauran EBT 23 persen tanpa harus membangun pembangkit baru dengan melakukan substitusi sebagian kebutuhan batu bara dengan biomassa di 52 PLTU.
Program co-firing menjadi salah satu langkah awal untuk pengurangan emisi. Hingga Februari 2022, program co-firing telah diterapkan di 28 PLTU dengan total energi hijau yang dihasilkan mencapai 96.061 MWh.
“Kami juga menjalankan program dedieselisasi melalui konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di daerah remote dengan pembangkit listrik berbasis EBT melalui skema hybrid,” jelasnya.
Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi yaitu ekspansi gas, pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar, hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen.
PLN juga terus meningkatkan efisiensi energi dan menekan susut jaringan.
“Kami juga gencar mengkampanyekan electrifying lifestyle dengan mengajak masyakakat beralih ke peralatan berbasis listrik seperti kompor induksi hingga kendaraan listrik,” pungkas Darmawan. [jat]