Energynews.id | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis terbitnya aturan baru tentang tarif listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) bakal mengerek iklim investasi di Indonesia.
Adapun aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, banyak dari berbagai pihak yang menanti terbitnya Perpres tarif EBT terbaru di Indonesia, salah satunya berasal dari sektor pendanaan internasional.
"Seperti perbankan Eropa dan Jepang sangat menunggu, ADB, demikian World Bank juga mereka akan berikan support dari pendanaan. Kalau Perpres ini gak keluar mereka kan menahan diri. Nah Perpres ini sudah keluar," kata Dadan pada, Senin (19/9/2022).
Menurut Dadan, dengan terbitnya Perpres tarif EBT ini membuat pengembang mendapat harga wajar secara keekonomian. Di sisi lain, pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025 oleh pemerintah juga akan terealisasi.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Dadan mengakui realisasi investasi di sektor EBT pada awal tahun ini memang masih belum cukup memuaskan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya berbagai faktor, mulai dari pertumbuhan ekonomi di dalam negeri hingga ketersediaan listrik yang saat ini masih berlebih.
"Tetapi basisnya bahwa Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sudah berjalan, sehingga 2030 targetnya ditambahkan 20,9 GW (EBT) mungkin ada sedikit keterlambatan tapi dari sisi target 2030 tambah 20,9 GW di jaringan PLN tentunya diikuti juga pembangkit EBT yang di wilayah usaha non PLN ataupun dimanfaatkan kepentingan sendiri misalnya perusahaan tambang," jelasnya.
RUPTL 2021-2030 telah ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 21 September 2021. Keputusan ini tertuang dalam Kepmen ESDM No.188.K/HK.02/MEM.L/2021 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2021 Sampai Dengan Tahun 2030.
Ini artinya, setidaknya ada 13.819 Mega Watt (MW) atau hampir 14 Giga Watt (GW) listrik dari PLTU batu bara yang masih bisa dibangun selama 2021-2030. Jumlah ini berdasarkan RUPTL 2021-2030.
Adapun jumlah PLTU dalam RUPTL 2021-2030 ini mencapai 34% dari total pembangkit listrik yang akan dibangun hingga 2030 sebesar 40,6 GW.
Sementara porsi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang akan dibangun selama 2021-2030 berdasarkan RUPTL 2021-2030 mencapai 20,9 GW atau sekitar 51,6% dari total tambahan pembangkit listrik baru nantinya.
Sebagai informasi, kapasitas terpasang pembangkit listrik hingga 2020 tercatat mencapai 63,3 GW. Bila target tambahan pembangkit 40,6 GW tersebut terbangun seluruhnya, maka pada 2030 kapasitas terpasang pembangkit listrik RI mencapai 99,2 GW.
Hingga 2020, kapasitas terpasang PLTU tercatat sebesar 31.952 GW atau 50% dari total kapasitas pembangkit yang ada. Namun demikian, meski masih ada tambahan pembangkit listrik baru hampir 14 GW tersebut, pada 2030 kapasitas terpasang PLTU ditargetkan hanya sebesar 44.726 GW atau 45% dari total kapasitas terpasang. Pasalnya, sebesar 1,1 GW PLTU direncanakan akan dipensiunkan. [jat]