Energynews.id | Pada saat bertemu Presiden Joko Widodo di Kremelin Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan kerja sama untuk menggarap proyek nuklir di Indonesia.
Putin menyatakan bahwa Rosatom State Corporation mempunyai pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Baca Juga:
Vladimir Putin Sampaikan Belasungkawa ke Jokowi Terkait Insiden Gempa Cianjur
Rosatom telah mengembangkan PLTN yang terbesar di Rusia, yakni Novovoronezh Unit 6, yang berkapasitas 1.200 MW di Voronezh. Selain di darat, Roastom juga membangun PLTN Terapung KLT-40S, yang dapat berlayar menjelajahi sejauh 5.000 Km, dengan kapasitas sebesar 80 MW.
Rosatom saat ini menggunakan teknologi nuklir generasi terbaru, tipe reaktor VVER 1200 dengan teknologi generation 3 Plus yang merupakan pertama di dunia, dengan masa operasi selama 60 tahun. Sistem Pengamanan teknologi VVER 1200 memiliki zero accident standaard.
“Berdasarkan pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima,” kata Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada, Senin(4/7).
Baca Juga:
Rusia Tawarkan Ini Jika Eropa Tak Ingin 'Jadi Es' di Musim Dingin
Fahmy menilai PLTN adalah pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir, dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik.
PLTN termasuk energi bersih, yang dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan (EBT) pembangkit listrik di Indonesia.
“PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Tenaga Surya dan Bayu, yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu, karena sifatnya intermittent, yang tergantung cahaya matahari dan hembusan angin,” ujarnya.
Menurut Fahmy, sebelum kerjasama Indonesia dan Rusia direalisasikan, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir.
“KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas. Selain itu, Pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat (public acceptances rate) terhadap penggunaan PLTN,” ujar Fahmy.
Selama ini, kata Fahmy, tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN masih sangat rendah. Salah satunya disebabkan oleh trauma kecelakaan reaktor nuklir di beberapa negara, di antaranya Jepang, Rusia dan Ukrania.
Namun, kemajuan teknologi reaktor nuklir generasi terbaru, yang digunakan oleh Rosatom, dapat mencegah terjadinya kecelakaan nuklir hingga mencapai nol persen (zero accident).
Fahmy menekankan, tanpa mengembangkan PLTN, sangat sulit bagi Indonesia untuk mencapai zero carbon pada 2060.
Sudah saatnya bagi Indonesia untuk secara serius dan terus-menerus mengembangkan PLTN dengan mempertimbangkan tawaran kerja sama dari Presiden Vladimir Putin.
“Barangkali Kerjasama tersebut akan dapat lebih memperlancar tindak lanjut realisasi usulan pengehentian perang Rusia dan Ukrania, yang diusulkan oleh Indonesia,” ujar Fahmy. [jat]