Energynews.id | Pemerintah sudah membayarkan subsidi energi sebesar Rp 116,2 triliun per 31 Juli 2022.
Angka ini lebih tinggi dari subsidi energi yang dibayarkan pada semester II-2021 sebanyak Rp 99,6 triliun.
Baca Juga:
Bersama Timpora Kantor Imigrasi, Pemerintah Kota Bekasi Siap Awasi Pergerakan Warga Asing
Adapun subsidi yang diberikan untuk bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 Kg hingga listrik.
"Pembayaran subsidi juga terlihat meningkat dari Rp 99,6 triliun ke Rp 116,2 triliun dari 2021 ke 2022," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, APBN KiTa, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022).
Besarnya subsidi energi yang dibayarkan ini tersebut tidak mengurangi jumlah subsidi yang diberikan.
Baca Juga:
Menko Marves Sebut Prabowo Umumkan Susunan Kabinet 21 Oktober
Tingginya anggaran dilakukan untuk meredam kenaikan harga energi global.
"Pemerintah tahan guncangan yang terjadi di berbagai barang-barang yang disubsidi ini," kata dia.
Adapun subsidi BBM dalam bentuk solar dan minyak tanah sebesar jumlahnya 8,6 juta kilo liter.
LPG 3 kilo sebanyak 3,8 juta metrik ton, listrik bersubsidi untuk 38,6 juta pelanggan, dan 4,6 juta ton pupuk.
Subsidi ini diberikan langsung ke pemerintah agar harga komoditas energi tidak melonjak di tingkat masyarakat.
"Ini pemerintah tahan guncangan harga yang sangat tinggi di global dan tidak diubah di dalam negeri," kata dia.
Hal inilah kata Sri Mulyani yang membuat pembayaran subsidi pemerintah meningkat menjadi Rp 116,2 triliun di semester I-2022.
"Ini menyebabkan kenapa belanja subsidi naik jadi Rp 116,2 triliun hanya dalam 1 semester," kata dia mengakhiri.
Asal Tahu, Segini Beban Subsidi BBM dan LPG yang Dipikul Negara
Pemerintah diingatkan untuk lebih tegas dalam menindak aksi penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG bersubsidi dan membentuk satgas pengawas agar penyalurannya tepat sasaran.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria mengatakan, negara saat ini menanggung beban besar akibat subsidi BBM dan LPG, yaitu solar subsidi dengan harga jual ditetapkan pemerintah sebesar Rp 5.150 per liter, negara menanggung beban subsidi sekitar Rp13 ribu per liter dari harga keekonomian solar Rp 18.150 per liter.
Sementara Untuk harga Jual Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter, beban subsidi atau kompensasi yang diberikan negara Rp 9.500 per liter dari harga keekonomian Rp17.200 per liter.
Untuk LPG 3kg, subsidi yang diberikan negara adalah sekitar Rp 11.750 per kg atau sekitar Rp.35.250 per tabung isi 3kg.
"Negara menyediakan solar subsidi tahun 2022 sebanyak 14,9 juta KL, Pertalite sebanyak 23,05 juta KL dan LPG 3 kg sebanyak 8 juta metrik ton atau setara 8 miliar Kg atau setara 2,666 miliar tabung isi 3 kg," kata Sofyano, di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Dengan beratnya beban yang ditanggung negara untuk subsidi solar, Pertalite dan LPG tabung 3 Kg, seharusnya ini jadi perhatian segala pihak, bukan hanya Kementerian ESDM dan BPH Migas.
Agar beban tersebut tidak terus bertambah karena terjadinya kelebihan konsumsi dari kuota yang sangat signifikan.
"Pada solar subsidi, Pertalite dan LPG 3 kg didalamnya terdapat anggaran negara yang setidaknya mencapai lebih dari Rp 300 triliun pada tahun 2022, maka seharus nya lembaga KPK, Kejaksaan Agung , Kepolisian dan lain lain turut langsung melakukan pengawasan terhadap barang bersubsidi ini," tutur Sofyano.
Beri Perhatian
Menurut Sofyano, sudah saatnya Pemerintah memberi perhatian yang istimewa untuk mengawasi solar subsidi, Pertalite dan LPG bersubsidi dan melakukan penindakan yang tegas terhadap penyalah gunaan barang bersubsidi itu.
"Solar,Pertalite dan elpiji 3kg harus dipastikan jatuh dan dipergunakan oleh pihak yang tepat dan bukan jatuh ketangan pemain atau “pencoleng” yang menjadikan barang bersubsidi itu sebagai bisnis besar karena murahnya harga jual dibanding harga keekonomiannya, " ungkapnya.
Dia melanjutkan, untuk menyelamatkan keuangan negara dari kemungkinan terjadinya penyalah gunaan BBM dan LPG bersubsidi, Presiden Republik Indonesia diharapkan segera membentuk Satuan Tugas Terpadu Nasional untuk melakukan Pengawasan dan Penindakan Penyelewengan BBM dan Elpiji bersubsidi dengan Keanggotaan dari berbagai unsur seperti KPK, Kejaksaaan Agung, TNI , Polri. BIN , BAIS, BePeKa, Kementerian Keuangan Kementerian ESDM, BPH migas, dan Pertamina.
"Keterbatasan kemampuan dari badan yang ada pada saat ini harus diatasi Pemerintah dengan membentuk Satgas Terpadu Pengawasan dan Penindakan penyelewengan BBM dan LPG bersubsidi, sehingga setidaknya Kuota BBM dan LPG bersubsidi tidak selalu jebol besar, " tutupnya.
Sri Mulyani Ungkap 3 Faktor Penyebab Subsidi BBM Bengkak Jadi Rp 502 T
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati khawatir dengan kekuatan APBN dalam menahan pembengkakan subsidi BBM.
Oleh sebab itu, ia pun meminta kepada PT Pertamina (Persero) untuk bisa mengendalikan volume penyaluran BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar.
Sri Mulyani bercerita, anggaran subsidi BBM sudah menyentuh angka Rp 502 triliun.
Pembengkakan subsidi BBM ini karena kenaikan harga minyak mentah dunia akibat konflik Rusia dan Ukraina.
"Saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya supaya APBN tidak terpukul," kata Sri Mulyani di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Dia mencatat, penyaluran Pertalite sudah di atas 50 persen per Juli 2022 dari kuota yang ditetapkan.
Selain kuota penyaluran BBM subsidi, APBN untuk subsidi juga mendapatkan tekanan dari kenaikan harga minyak mentah dunia.
Padahal, asumsi harga minyak mentah dalam APBN 2022 dipatok berkisar USD 100 per barel.
"Tapi, kemarin sempat pernah USD 130 per barel. Itu juga akan menambah tekanan APBN," ujarnya.
Terakhir, ujar Sri Mulyani, APBN juga mengalami tekanan akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
"Nilai tukar agak berbeda kemarin 14.450 per dolar AS sekarang sudah mendekati Rp 14.700 per dolar AS. Itu semua memberikan tekan lan pada APBN kita dI 2022 ini," pungkas Sri Mulyani. [jat]